Jejak Luka Tembak yang Semua Mengarah ke Jantung Laskar FPI
FPI menyebut, keenam laskarnya punya bekas luka tembak yang sama, ke arah jantung.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Haura Hafizhah, Fuji E Permana,
Dalam keterangan pers yang dirilis pada Rabu (9/12), Front Pembela Islam (FPI) membeberkan kondisi enam jenazah laskarnya yang ditembak mati polisi. FPI menyebut, keenam laskar itu memiliki titik bekas luka yang serupa, yakni sama-sama mengarah ke organ jantung.
"Bahwa pada seluruh jenazah syuhada terdapat lebih dari satu lubang peluru. Tembakan terhadap para syuhada tersebut memiliki kesamaan sasaran, yaitu semua tembakan mengarah ke jantung para syuhada," demikian bunyi keterangan pers resmi FPI yang ditandatangani Ketua Umum FPI KH Ahmad Shabri Lubis dan Sekretaris Umum FPI Munarman, Rabu (9/12).
Berdasarkan keterangan ahli yang melihat bekas tembakan saat jenazah dimandikan, kata Shabri, diketahui tembakan dilepaskan dari jarak dekat. Selain itu, tembakan dilepaskan dari bagian depan dan bagian belakang badan para laskar.
"Menurut ahli yang hadir dalam pemandian jenazah, tembakan ke arah jantung para syuhada tersebut ada yang dilakukan dari depan, bagian dada, dan ada yang dilakukan dari belakang," kata Shabri.
FPI juga mengungkapkan, pada tubuh para laskar pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) itu terdapat tanda-tanda diduga bekas penyiksaan. Pada Rabu pagi keenam jenazah itu dikuburkan.
Salah satu jenazah dimakamkan oleh pihak keluarga di Duri Kosambi, Jakarta Barat. Sedangkan, lima jenazah lainnya dimakamkan di Markas Syariah Megamendung, Bogor.
Sebelumnya, keenam jenazah itu diautopsi di RS Polri kurang lebih selama 30 jam. Setelah itu, jenazah tersebut dibawa menuju markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, pada Selasa malam. Mereka dimandikan dan dikafani di sana.
Wakil Sekretaris Umum FPI sekaligus pengacara HRS, Aziz Yanuar, mengatakan, jenazah yang bagian tubuhnya bolong ditembus timah panas aparat itu adalah laskar atas nama Andi Oktiawan (33 tahun). Aziz mengaku, melihat langsung tubuh Andi sesuai autopsi di RS Polri dan saat dimandikan di markas FPI, Petamburan pada Selasa (8/12) malam.
"Di matanya itu, ada bekas tembakan yang tembus ke belakang kepala. Mata sebelah kiri. Iya sepertinya dari depan," kata Aziz kepada Republika, Rabu (9/12).
Dua bekas tembakan lagi, kata Aziz, tampak di bagian dada Andi. "Waktu dimandikan itu tampak di dadanya ada dua bekas tembakan. Peluru itu tembus," kata dia.
Terkait bekas peluru di lima jenazah lainnya, Aziz mengaku tidak mengetahuinya. Sebab, ia tidak sempat melihat langsung jasad lima laskar pengawal HRS lainnya.
Pihak FPI menilai, tindakan polisi yang menembak mati enam laskar FPI adalah pembunuhan di luar proses hukum atau extrajudicial killing. FPI meminta Komnas HAM memperluas keterlibatan publik dalam proses investigasi.
"Kami mendorong pihak Komnas HAM untuk memperluas keterlibatan badan partisipasi publik dengan merekrut komisioner ad hoc dari kalangan masyarakat sipil yang profesional dan independen serta berintegritas untuk menjadi anggota tim pencari fakta dalam peristiwa extrajudicial killing ini," demikian bunyi keterangan pers resmi FPI.
In Picture: Jenazah Laskar FPI Meninggalkan RS Polri Kramat Jati
Komnas HAM diketahui telah memulai penyelidikan kasus ini. Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM telah meminta keterangan pihak FPI, saksi, dan mendatangi lokasi kejadian.
"Beberapa hal penting untuk merekonstruksi peristiwa kami dapatkan. Namun masih perlu pendalaman," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam, Rabu.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid menilai tindakan kepolisian terhadap anggota FPI berpotensi menjadi unlawful killing alias pembunuhan di luar hukum. Dia mengatakan, polisi seharusnya hanya dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api sebagai 'ultimum remedium' atau upaya terakhir.
Ultimatum remdedium juga harus berdasarkan kondisi objektif serta situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya atau orang lain.
"Jika tidak, maka tindakan itu bisa tergolong unlawful killing yang sifatnya adalah melanggar hukum karena tindakan tersebut hakikatnya adalah kejahatan crime dan dapat diusut secara hukum," katanya, Rabu.
Pihak kepolisian juga dinilai masih belum terbuka. Hal ini disampaikan Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Trisno Raharjo.
"Terkait perkembangan penangan oleh pihak kepolisian saat ini, masih belum terbuka, meskipun ada pengambilalihan penanganan oleh Mabes Polri, penjelasannya masih umum," kata Trisno saat dihubungi Republika, Rabu (9/12).
Trisno menyampaikan, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah berharap ada penjelasan lebih terbuka dari Komnas HAM dalam waktu dekat. Ia juga menyampaikan, terkait advokasi anggota FPI korban penembakan, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah percaya FPI memiliki tim bantuan hukum yang telah dan akan menangani kasus ini.
"LBHMu yang bila diminta bantuan hukum oleh keluarga korban penembakan polisi Insya Allah siap memberikan bantuan hukum," ujar Trisno.
Dikonfirmasi atas pernyataan FPI, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Andi Rian enggan berkomentar banyak.
"Proses visum dan autopsi dilaksanakan sesuai ketentuan dan SOP oleh dokter forensik RS Polri Kramat Jati. Itu dilakukan jelas untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (9/12).
Bentrokan antara polisi dan laskar pengawal HRS di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Senin (7/12) pukul 00.30 WIB. Dalam insiden itu, polisi menembak mati enam orang laskar FPI.
Kronologi peristiwa ini simpang siur. Menurut keterangan polisi, aparat terpaksa menembak laskar FPI karena para laskar itu menyerang polisi dengan senjata api dan senjata tajam. Sedangkan menurut pihak FPI, keterangan polisi itu tidak benar. Sebab, para laskarlah yang diserang polisi. Selain itu laskar FPI diklaim tak pernah menggunakan senjata api maupun senjata tajam.