Bolehkah Ubah Lafal Qad Qamatil Qiyamah untuk Iqamat Mayit?
Lafal adzan dan iqamat merupakan ranah tauqifi yang tak ada ijtihad
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Melantunkan adzan dan iqamat untuk mayit yang hendak dikubur merupakan salah satu amalan sunnah menurut Mazhab Syafii. Muncul satu pertanyaan, bolehkah mengganti lafal qad qamatil qiyamah (sudah tiba kiamat) dalam lafal iqamat saat itu?
Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menjelaskan masalah ini sudah dibahas di Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jatim pada tahun 2009 di Pondok Ihya'ul Ulum, Gresik.
Dia menyebutkan, para musyawirin (peserta) dan musahih (pentashih) menyepakati tidak boleh, dengan landasan bahwa adzan dan iqamat adalah satu paket secara tauqifiyah, yang tidak ada peluang ijtihad untuk mengganti atau menambah. Kiai Ma’ruf menjelaskannya sebagai berikut:
Metode ilhaq yang disampaikan adalah diambil dari Syekh Ibnu Hajar Al Haitami:
ﻓﺈﻥ ﺟﻌﻠﻪ ﺑﺪﻝ اﻟﺤﻴﻌﻠﺘﻴﻦ ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﺃﺫاﻧﻪ "Jika Hayya Ala Khairil Amal menggantikan Hayya Ala Shalat dan Hayya Ala Al-Falah, maka Adzan tersebut tidak sah."
Lalu ditambahkan keterangan oleh Syekh Abdul Hamid Asy-Syarwani dengan mengutip penjelasan Syekh Ali Syibramulisi dalam Hasyiah An-Nihayah:
ﻭاﻟﻘﻴﺎﺱ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﺣﺮﻣﺘﻪ؛ ﻷﻧﻪ ﺑﻪ ﺻﺎﺭ ﻣﺘﻌﺎﻃﻴﺎ ﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻓﺎﺳﺪﺓ ﻋ ﺷ "Secara Qiyas mengganti Adzan ini adalah haram, karena melakukan ibadah yang salah." (Hawasyi Syarwani 1/ 468)
Masih ada di ruang diskusi yang setuju dengan mengganti iqamt qad qamatil qiyamah dengan argumen hadist:
ﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻓﻘﺪ ﻗﺎﻣﺖ ﻗﻴﺎﻣﺘﻪ ﺃﺧﺮﺟﻪ اﺑﻦ ﺃﺑﻲ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ اﻟﻤﻮﺕ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﻧﺲ ﺑﺴﻨﺪ ﺿﻌﻴﻒ "Barangsiapa yang mati maka sungguh telah terjadi kiamat baginya." (HR Ibnu Abi Dunya dari Anas, sanadnya dhaif)
“Orang mati yang diadzani ini kan tidak sholat, sehingga qqamahnya bukan untuk sholat, tapi kiamat, begitu katanya,” katanya menirukan analoginya.
Kiai Ma’ruf menjawab, argumentasi tersebut dijawab kiai lain bahwa anak kecil yang baru lahir dalam Mazhab Syafi'i dianjurkan untuk adzan dan iqamat di telinga bayi tersebut. Saat iqamat dibacakan tetap saja pakai redaksi qad qamatis shalat, padahal bayi tersebut tidak melakukan sholat.
“Dalam Madzhab Syafi'iyah Adzan dan Iqamah tidak hanya untuk memberi tahu datangnya sholat, tapi boleh dilakukan saat bayi lahir, saat kerasukan setan, saat kebakaran, saat bencana alam, saat perjalanan ke Makkah dan juga saat pemakaman, namun kesemuanya tidak mengubah redaksi Adzan dan Iqamah. Wallahu A'lam,” kata Kiai Ma’ruf alumni Pesantren Lirboyo, Kediri ini.