Siapa Firaun Mesir yang Kejar Nabi Musa AS dan Tenggelam?
Bukti arkeologis menguatkan keberadaan Firaun Mesir era Nabi Musa
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Mesir merupakan negeri para nabi. Di negara inilah para nabi pernah mendakwahkan risalah tauhid mereka.
Dalam Arkeologi Al-Qur'an (2020), karya Ali Akbar, dijelaskan Mesir disebutkan sekurang-kurangnya empat kali dalam Alquran, yakni surat Yunus ayat 87, Yusuf ayat 21 dan 99, serta az-Zukhruf ayat 51.
Mesir dalam setiap ayat itu berkaitan dengan nama Nabi Yusuf AS, Nabi Musa AS, dan Firaun. Menurut Ali, berbagai riset menunjukkan, Nabi Yusuf hidup di Mesir sekitar tahun 1630-1520 SM. Zaman itu disebut pula sebagai Periode Mesir Tengah.
Kala itu, Mesir dikuasai bangsa Hyksos yang datang dari dataran timur atau Asia. Dalam Alquran, kata yang digunakan untuk menyebut penguasa Mesir pada masa itu ialah raja (malik), bukan Firaun. Ini menjadi salah satu dasar untuk menafsirkan, raja-raja atau dinasti yang menguasai Mesir pada saat Nabi Yusuf hidup berasal dari luar Mesir.
Ini berbeda dengan zaman Nabi Musa AS yang ketika itu Mesir dikuasai pemimpin raja yang bergelar Firaun. Kerajaan Mesir diperintah selama sekitar tiga ribu tahun oleh puluh an dinasti. Satu dinasti terdiri atas sejumlah Firaun. Lantas, Firaun manakah yang mengejar Nabi Musa AS dan akhirnya tenggelam di Laut Merah?
Ali mengatakan, para peneliti sejauh ini telah mengerucutkan kesimpulan pada dua nama, yakni Firaun Ramses II dan anaknya, Firaun Merneptah. Yang pertama memerintah hingga tahun 1212 SM. Mumi atau jasadnya telah diteliti banyak ahli, termasuk Dr Maurice Bucaille, seorang ahli bedah asal Prancis, pada 1975-1976.
Firaun manapun yang dimaksud, menurut Ali, pada intinya Nabi Musa AS diperkirakan hidup sekitar tahun 1212 SM. Ia sendiri berkeyakinan, Firaun yang memelihara dan membesarkan Nabi Musa di istananya ialah Ramses II.
Setelah dewasa dan berdakwah agama tauhid, Nabi Musa dikejar Firaun berikutnya, yaitu Merneptah. Kini, jasad kedua Firaun tersebut dapat disaksikan di museum di Kairo, Mesir. Hal ini mengingatkan pada Alquran surah Yunus ayat 92:
فَٱلْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ ءَايَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلنَّاسِ عَنْ ءَايَٰتِنَا لَغَٰفِلُونَ
“Maka pada hari ini, Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.”
Masih terkait Mesir, Ali juga menelaah kemungkinan hubungan antara surat asy-Syu'ara ayat 57 dan keberadaan oasis di Kuil Karnak di Luxor. Pada abad ke-19, para ilmuwan menemukan reruntuhan kuil tersebut yang menyimpan begitu banyak peninggalan masa lalu dari per adaban Mesir Kuno.
Di antaranya adalah sejumlah mata air atau danau kecil di dalam kompleks yang dikembangkan para Firaun ratusan tahun lamanya itu. Uniknya, tak sedikit telaga yang masih mengalirkan air di sana hingga saat ini. Sementara itu, firman Allah SWT itu menyinggung tentang mata air pula.
فَأَخْرَجْنَٰهُم مِّن جَنَّٰتٍ وَعُيُونٍ “Kemudian, Kami keluarkan mereka (Firaun dan kaumnya) dari taman-taman dan mata air.” (QS As-Syu’ara: 57).
Apakah Kuil Karnak merupakan salah satu taman atau mata air yang di sebutkan dalam Alquran? Menurut penulis, peluang itu terbuka lebar karena kuil tersebut dibangun beberapa Firaun yang berbeda selama berabad-abad.