COVID-19 Nyaris Tiga Kali Lebih Mematikan dari Flu Biasa

Sekitar 16,9 persen pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit meninggal

Sekitar 16,9 persen pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit meninggal
Rep: deutsche welle Red: deutsche welle

Tingkat kematian di antara pasien terinfeksi virus corona yang dirawat di rumah sakit hampir tiga kali lebih tinggi daripada mereka yang terkena flu, demikian ungkap penelitian terbaru.


Para peneliti membandingkan data nasional Prancis untuk 89.530 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 pada Maret dan April tahun ini dengan 45.819 pasien yang dirawat di rumah sakit karena influenza musiman antara Desember 2018 dan akhir Februari 2019.

Sekitar 16,9 persen pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit meninggal selama masa penelitian tersebut. Sementara kematian pasien flu yang dirawat dengan kasus influenza parah sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit mencapai 5,8 persen.

Para peneliti juga menemukan bahwa lebih banyak pasien COVID-19 membutuhkan perawatan intensif, yakni sebesar 16,3 persen dibandingkan dengan 10,8 persen untuk pasien influenza. Sementara rata-rata perawatan intensif untuk pasien COVID-19 hampir dua kali lebih lama, yakni 15 hari dibandingkan dengan delapan hari pada pasien influenza.

Hasil penelitian yang diterbitkan di Jurnal Lancet Respiratory Medicine ini bertentangan dengan keyakinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro yang menyamakan virus mematikan itu dengan flu atau "flu yang sangat ringan".

Namun, penelitian ini juga menunjukkan temuan positif bagi anak-anak dan remaja, yakni orang berusia di bawah 18 tahun yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang terkena flu, atau sedikitnya 1,4 persen dari mereka yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit. Sementara anak-anak dan remaja di bawah usia 18 yang harus dirawat karena flu mencapai 19,5 persen.

Berikut DW rangkumkan gambaran perkembangan utama lainnya terkait wabah corona di seluruh dunia:

Amerika

Panel penasihat Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat (FDA) pada hari Kamis (17/12) memberikan lampu hijau untuk pemberian vaksin virus corona buatan Moderna Inc. dalam kondisi darurat. Langkah tersebut memungkinkan kandidat penerima vaksin akan mendapatkan persetujuan dari regulator AS paling cepat hari Jumat (18/12). Moderna akan menjadi vaksin kedua yang diizinkan di negara Barat setelah para ahli mengeluarkan persetujuan darurat untuk vaksin produksi BioNTech dan Pfizer.

Sementara dari Kolumbia di Amerika Selatan, pada hari Kamis (17/12) kasus virus corona yang dikonfirmasi setiap harinya telah mencapai level tertinggi sejak pertengahan Agustus. Lonjakan itu terkait dengan perayaan untuk menandai perayaan Maria Dikandung Tanpa Noda atau yang secara lokal dikenal sebagai Night of the Candles. Pada perayaan ini keluarga berkumpul untuk meletakkan lilin di jendela atau di luar rumah. Negara di pegunungan Andes itu mencatat 12.196 kasus baru pada Kamis, menurut data kementerian kesehatan setempat.

Asia

Filipina dapat memperoleh vaksin COVID-19 dari Moderna Inc. dan Arcturus Therapeutics Holdings Inc. antara empat hingga 25 juta dosis, demikian menurut duta besar Filipina untuk Washington pada hari Jumat. Negara ini juga berencana membeli dosis dari Sinovac Biotech dan AstraZeneca, tetapi terlambat membeli vaksin BioNTech dan Pfizer.

Dari Jepang, produsen obat BioNTech dan Pfizer mengatakan telah mengajukan permohonan persetujuan vaksinnya di negara itu. Pemerintah Jepang telah memiliki kesepakatan pasokan untuk 120 juta dosis vaksin dengan Pfizer. Namun, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Katsunobu Kato, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa efektivitas dan keamanan vaksin akan jadi prioritas.

Eropa

Dari Jerman, Robert Koch Institut, badan yang bertugas memantau dan mencegah penyakit menular, pada hari Jumat melaporkan 33.777 kasus baru infeksi virus corona yang dikonfirmasi dan 813 kematian. Jumlah kasus baru yang dikonfirmasi hari Jumat ini termasuk sekitar 3.500 kasus untuk negara bagian Jerman pada hari Kamis yang gagal melaporkan kasus mereka.

Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn, akan menandatangani perintah untuk menentukan kelompok yang akan menjadi yang penerima vaksin virus corona pertama di Jerman. Pada hari Kamis, komisi vaksinasi menerbitkan rekomendasi resmi untuk program vaksinasi. Karena dosis terbatas, mereka yang berusia di atas 80 tahun dan penghuni panti lansia akan divaksinasi terlebih dahulu karena dianggap paling berisiko terinfeksi virus corona.

Sementara sebuah studi dari Prancis menunjukkan bahwa menghabiskan waktu di restoran atau bar dapat meningkatkan risiko tertular virus corona, para peneliti dari Institut Pasteur di Paris mengumumkan Kamis. Bersosialisasi dengan tamu untuk makan malam juga meningkatkan kemungkinan infeksi.

Studi tersebut menegaskan asumsi yang beredar sebelumnya bahwa makan bersama memiliki risiko lebih tinggi dibanding aktivitas lain seperti menggunakan transportasi umum atau berbelanja. Para peneliti mencapai kesimpulan ini setelah melakukan survei kepada sekitar 3.400 orang yang tertular virus dan hampir 1.700 orang yang tetap bebas virus.

Afrika

Gelombang kedua infeksi virus corona juga telah melanda Afrika di wilayah barat dan tengah. Negara-negara seperti Nigeria, Niger, Mauritania, Burkina Faso, Mali, Togo, dan Republik Demokratik Kongo semuanya berada pada atau mendekati rekor infeksi, menurut data yang dikumpulkan oleh kantor berita Reuters.

Infeksi di Senegal juga meningkat pesat. Rwanda mencatat hampir sebanyak kasus baru pada bulan Desember. Para ahli memperingatkan gelombang itu bisa lebih buruk daripada gelombang pertama karena cuaca mulai mendingin.

ae/yf (AP, AFP, dpa, Reuters)

Lihat Artikel Asli
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Berita Terpopuler