Badan POM Ungkap Distribusi Kosmetik Ilegal di Bekasi
Kosmetik ilegal mengandung bahan berbahaya yang ditemukan didominasi produk pencerah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain di Jakarta, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan POM bersama Korwas PPNS Mabes Polri juga berhasil mengungkap perkara pidana distribusi kosmetik ilegal mengandung bahan berbahaya secara online di Rawalumbu Bekasi, Jawa Barat pada Kamis (10/12) lalu. Nilai keekonomian temuan mencapai mencapai Rp 800 juta.
Kepala Badan POM Penny K Lukito menyampaikan, penindakan dilakukan di sarana online dengan akun inisial DS dan di bangunan ruko yang difungsikan sebagai gudang. Barang bukti yang disita berupa 22 jenis kosmetik atau 21.516 buah, 1 buah laptop, 1 buah kendaraan, 4 buah ponsel, 1 bundel dokumen, dan 10 paket kardus kosong.
Sementara itu, lanjut Penny, kosmetik ilegal mengandung bahan berbahaya yang ditemukan di lapangan didominasi oleh produk perawatan kulit/wajah sebagai pencerah (kosmetik HN, krim malam, krim pagi) mengandung bahan berbahaya merkuri dan tidak memiliki izin edar.
"Ini produk berbahaya yang menggiurkan bagi para remaja, wanita, hingga laki-laki. Mereka banyak menggunakan kosmetik berbahan ini untuk pemeliharaan kulit," kata Penny saat konferensi virtual pengungkapan kosmetik ilegal di Jakarta dan Jawa Barat, Selasa (22/12).
Namun, jika kosmetik yang mereka gunakan mengandung bahan berbahaya seperti merkuri tanpa ada pengawasan dari dokter, maka membahayakan jangka pendek dan jangka panjang.
Modus yang digunakan untuk mengedarkan kosmetik ilegal secara online. Penyimpanan produk kosmetik di dalam ruko yang berfungsi sekaligus sebagai kantor dan gudang.
Terhadap temuan penjualan kosmetik ilegal di Jakarta dan Jawa Barat tersebut, selanjutnya para tersangka akan diproses dengan dugaan pelanggaran Pasal 197 Jo. Pasal 106 Ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Aturan tersebut menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan/mendistribusikan produk sediaan farmasi jenis kosmetik tanpa izin edar/notifikasi atau ilegal dipidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.