Sengketa Lahan PTPN-Markaz Syariah, Ini Pendapat BPN
PTPN VIII sebelumnya melayangkan somasi kepada HRS terkait lahan Markaz Syariah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan, pihaknya memantau kasus sengketa lahan yang melibatkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dan Markaz Syariah di Megamendung, Bogor. Namun, BPN untuk sementara ini mempercayakan penyelesaian sengketa pada pihak PTPN VIII.
PTPN VIII sudah melayangkan somasi kepada Habib Rizieq Shihab (HRS) mengenai lahan Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor. PTPN VIII menyatakan pondok pesantren Markaz Syariah yang dipimpin HRS berdiri di areal milik PTPN VIII. PTPN VIII selanjutnya meminta Markaz Syariah meninggalkan lokasi tersebut.
PTPN VIII menyebut hal yang dilakukan pihak Markaz Syariah merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu No. 51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP.
"Tentang soal HGU PTPN, kita belum bisa memberikan tanggapan karena itu kan sengketa antara PTPN sebagai pemegang HGU dengan yang menggarap. Silakan diselesaikan mereka ya," kata Dirjen Pengendalian, Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang pada Republika, Senin (28/12).
Budi memang enggan memberi tanggapan rinci soal sengketa PTPN VIII dengan HRS. Hanya saja, Budi memastikan status lahan di sana berupa tanah Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VIII.
"ATR/BPN belum bisa memberikan tanggapan karena internal mereka kan ya. Statusnya ya HGU PTPN VIII. Kita belum berposisi apa pun ini." ujar Budi.
Dikabarkan Tim Advokasi Markaz Syariah bakal berunding dengan PTPN pada hari ini. Salah satu Tim Advokasi Markaz Syariah, Aziz Yanuar mengatakan, akan melakukan pertemuan dengan PTPN VIII sekaligus memberi jawaban atas somasi PTPN VIII pada surat SB/1.1/6131/XII 2020, tertanggal 18 Desember 2020 lalu.
Front Pembela Islam (FPI) mengklaim jauh sebelum berdirinya Pesantren Markaz Syariah, lahan itu memang terbengkalai dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Hingga akhirnya, HRS dan FPI melanjutkan mengelola lahan itu pada 2013 untuk mendirikan pesantren dengan membeli lahan yang disebut hak garap tanah.
Sebelumnya, pihak PTPN VIII telah membenarkan adanya pembuatan surat somasi tersebut. Sekretaris Perusahaan PTPN VIII, Naning DT, mengatakan, surat itu memang disampaikan PTPN VIII terhadap seluruh okupan di wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor. Termasuk Markaz Syariah.
“Dengan ini kami sampaikan bahwa PTPN VIII telah pembuatan Surat Somasi kepada seluruh Okupan di Wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, dan Markaz Syariah milik pimpinan Front Pembela Islam (FPI) memang benar ada di areal sah milik kami,” ujar Naning kepada Republika, Rabu (23/12) malam.