Ini Dampak SWF Bagi Ekonomi dan Lapangan Kerja di Indonesia

SWF disiapkan pemerintah untuk menambah opsi pendanaan pembangunan selain dari APBN.

www.freepik.com
Lowongan pekerjaan (ilustrasi).
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) bertujuan menjadi mitra investasi terpercaya untuk membangun pembangunan ekonomi jangka panjang dan berkelanjutan.

Baca Juga


Menurut Arya, LPI akan memperbaiki tujuan investasi yang selama ini cenderung belum stabil, terutama untuk foreign direct investment (FDI). Selain itu, LPI juga akan membantu investasi untuk kebutuhan pembiayaan infrastruktur besar, terutama sektor transportasi, serta mengurangi defisit neraca negara melalui transformasi ekonomi struktural.

"SWF diamanatkan melakukan investasi pemerintah untuk tujuan pengembalian jangka panjang dan multiplayer efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi," ujar Arya dalam webinar bertajuk 'Sovereign Wealth Fund: Sarana Pembangunan Ekonomi Indonesia' yang diselenggarakan Prodeep Institute di Jakarta, Senin (28/12).

Pemerintah, lanjut Arya, berharap kehadiran LPI dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi hingga lapangan kerja. Arya memerinci, setiap kenaikan investasi sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3 persen, setiap 0,3 persen kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menciptakan kesempatan kerja rata-rata sebesar 0,16 persen; setiap 0,3 persen kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menyerap sekitar 75 ribu tenaga kerja.

Arya menyampaikan sektor infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan menjadi sasaran utama dalam tujuan pembentukan LPI. Kendati begitu, pemerintah juga membuka kesempatan bagi investor untuk masuk dalam sejumlah sektor potensial lain seperti holding rumah sakit, Hotel Indonesia Group, hingga ITDC --BUMN yang mengelola Nusa Dua, Bali dan kawasan ekonomi khusus Mandalika, Lombok, NTB.

"Dari sisi BUMN, mereka sangat siap bekerja sama dengan luar," ucap Arya.

 

 

Arya mengatakan tantangan terbesar justru datang dari adanya isu yang menyebutkan bahwa nantinya banyak aset akan dimiliki asing. Arya menilai isu tersebut sangat tidak berdasar. Kata Arya, BUMN selalu mematuhi ketentuan pemerintah terkait aset yang dapat dimiliki asing dan aset yang tidak diperbolehkan dimiliki asing. 

Arya mengambil contoh mengenai asing atau swasta yang diperbolehkan mengelola jalan tol. Arya menjelaskan biasanya asing enggan membangun atau mengelola jalan tol di awal.

Oleh karenanya, BUMN sebagai agen pembangunan selalu menjadi yang pertama dalam mengembangkan proyek jalan tol. "Kemudian baru ditawarkan (ke asing) karena BUMN butuh (dana) lagi untuk pembangunan di tempat lain," lanjutnya. 

Arya menilai hal ini merupakan strategi BUMN agar mampu mewujudkan pemerataan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia dengan tidak bergantung pada suntikan APBN.

"Kita juga tidak mau juga membebani dengan utang. Kalau berpangku APBN tidak banyak yang bisa dibangun, kalau utang juga akan menumpuk (utang), dengan SWF kita bisa melakukan pembangunan tanpa utang dan tanpa gerogoti APBN," kata Arya menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler