Mana yang Lebih Utama, Bersikap Baik atau Benar?
Sebagai Muslim, kita sering diuji setiap hari dalam bersikap dengan orang lain.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai Muslim, kita sering diuji setiap hari dalam bersikap dan berkomunikasi dengan orang lain. Mungkin sebagian dari kita sering lupa dengan hal paling sederhana saat berkomunikasi dengan orang lain: etika.
Allah SWT berfirman: "Ajaklah (semua) ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan nasehat yang baik, dan hanya berdebat dengan mereka dengan cara yang terbaik dan paling ramah," (QS. An-Nahl: 125).
Lantas apa yang kita lakukan saat berdebat dengan orang? Kebanyakan orang berusaha mengubah pendapat satu sama lain, tetapi dalam kenyataannya, satu-satunya individu yang dapat kita ubah adalah diri kita sendiri.
Kondisi ini tentu perlu direnungkan. Misalnya, berapa kali kita mengharapkan orang lain melihat dunia melalui mata kita? Dan berapa kali mereka mampu melakukannya? Lebih sering orang tidak melihat sesuatu dari sudut pandang kita, dan kita akhirnya terluka oleh harapan kita.
Pertanyaan berikutnya yang perlu direnungkan adalah, apakah Anda benar-benar 'menang' jika kemenangan Anda bergantung pada kekalahan orang lain? Lalu apa cara yang paling tepat agar hubungan kita dengan orang lain lebih baik? Dan, sebetulnya apa yang lebih utama, bersikap baik atau benar?
Islam mengajarkan bagaimana cara mengajak orang lain dan bagaimana 'berdebat', seperti dikutip di About Islam.
1. Bijaksana atau menggunakan hikmah
Hitung sampai 10 dan tanyakan pada diri Anda, apakah perkataan yang kita sampaikan itu akan membuat orang lain semakin dekat dengan kebenaran?
2. Jangan kasar dan bicaralah dengan lembut
Kita semua tahu betapa lembutnya Nabi Muhammad SAW terhadap orang lain, dan bahkan musuh-musuhnya tidak dapat menyangkal hal ini. Apakah Anda pernah memohon kepada Allah SWT untuk memiliki perilaku seperti itu? Berdoalah kepada Allah SWT setiap hari untuk membantu Anda menjadi komunikator yang baik.
3. Saat berselisih, berusahalah yang terbaik menjadi baik
Daripada selalu mencoba untuk 'memenangkan' argumen, tanyakan pada diri Anda sendiri, apakah Anda ingin orang merasa dihakimi, atau Anda peduli pada mereka?
Jika Anda memilih dipanggil sebagai "Tuan" atau "Nyonya", bukan dengan nama Anda, ketahuilah hal itu kemungkinan akan membuat orang merasa tidak nyaman atau tegang saat berada di dekat Anda.
Mengajak orang lain ke jalan Islam akan sulit jika orang yang ingin diajak menutup diri dari Anda. Maka, bersikap baik lebih penting daripada menjadi benar.
Allah SWT berfirman, "Biarlah muncul dari Anda sekelompok orang yang mengajak ke semua yang baik (Islam), memerintahkan Al-Ma'ruf (tauhid dan semua yang Islam perintahkan untuk dilakukan) dan melarang kemungkaran. Dan merekalah yang sukses," (QS. 3: 104).
Karena itu, hal pertama yang perlu diketahui, yaitu internalisasikan bahwa mengajak orang-orang yang tidak beriman di jalan Allah SWT adalah tugas pribadi yang diinstruksikan oleh Allah SWT. Artinya, harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dengan satu atau lain cara. Kebaikan adalah kuncinya.
Kedua, tanamkan pada diri tugas lain yang menjadi tanggung jawab kita sebagai Muslim adalah untuk menginspirasi mereka yang sudah beriman untuk terus berjalan di jalan yang lurus. Ada etika untuk itu dan meneriaki seseorang bahwa ada sesuatu yang haram bukanlah etika yang baik dalam komunikasi.
Nabi Muhammad SAW menggunakan metafora yang indah untuk menasihati umatnya, bahwa seorang mukmin adalah cermin saudaranya. Ketika dia melihat kesalahan di dalamnya, dia harus memperbaikinya (Al Adab Al Mufrad).
Maka, masing-masing Muslim seperti cermin bagi satu sama lain dan harus melindungi haknya satu sama lain, apakah hak itu ada atau tidak. Lantas bagaimana menjadi seperti cermin bagi orang lain?
Pertama, jangan menunjukkan dan mencari kelemahan orang lain. Cermin itu menunjukkan kebenaran dan tidak mencari cacat.
Cermin tidak memperbesar atau memperkecil fitur apa pun. Terkadang kita merasa lebih baik dengan menjatuhkan orang lain.
Kedua, jangan mengkritik seseorang saat mereka tidak ada. Bisakah cermin menunjukkan seseorang yang tidak ada di sana? Tidak. Orang beriman tidak berhak mengkritik orang lain saat mereka tidak hadir untuk membela diri atau menjelaskan sisi mereka.
Ketiga, jika mengkritik, maka lakukan itu demi Allah SWT. Sebelum mengkritik sesuatu atau seseorang, tanyakan pada diri Anda, apa motifnya dan apakah untuk membuat diri saya atau orang lain terlihat lebih baik?
Apakah ini untuk keuntungan duniawi? Waspadalah terhadap motif tersembunyi karena sangat mudah untuk jatuh ke dalam perangkap setan, dengan membenarkan cara kita mengkritik orang lain. Cermin tidak menunjukkan balas dendam atau dendam.
Keempat, kritiklah dengan tulus, dengan rasa kepedulian dan kasih. Ketika Anda hanya menasihati seseorang karena Anda khawatir tentang pertanggungjawaban akhir mereka di akhirat, maka sebagian besar dampak buruk yang disebabkan oleh kritik akan hilang.