BioNTech Kritisi Uni Eropa yang Lambat Pesan Vaksin Covid
Uni Eropa dikritik karena kurang memesan vaksin serta lambat melaksanakan vaksinasi
REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS - BioNtech telah mengkritik kegagalan Uni Eropa (UE) untuk memesan lebih banyak dosis vaksin Covid-19. BioNTech kini berpacu dengan mitranya di Amerika Serikat (AS), Pfizer, untuk meningkatkan produksi di tengah kekhawatiran akan celah Eropa yang ditinggalkan oleh kurangnya vaksin lain yang disetujui.
Vaksin Pfizer dan BioNTech adalah vaksin pertama yang disetujui oleh UE akhir bulan lalu setelah diterima oleh Inggris, Kanada, dan AS. Ketiga negara itu serta banyak negara lain juga telah menyetujui vaksin Moderna atau Oxford/AstraZeneca tapi UE masih tertinggal.
Kritik kemudian berkembang atas lambatnya program vaksin di UE. Namun kepala perusahaan bioteknologi Jerman Ugur Sahin mengatakan kepada majalah Der Spiegel bahwa proses pemesanan di Eropa tentu saja tidak secepat dan semulus yang terjadi di negara lain.
Sahin, pendiri BioNTech bersama istrinya Ozlem Tureci, mengatakan situasinya tidak cerah karena UE salah berasumsi beberapa vaksin berbeda akan siap sekaligus. "Asumsinya, banyak perusahaan lain yang akan datang dengan vaksinnya. Tampaknya kesannya adalah: 'Kita akan mendapatkan cukup, tidak akan terlalu buruk, dan kita dapat mengendalikannya.' Itu mengejutkan saya," ujar Sahin seperti dikutip laman Guardian, Sabtu (2/1).
Tureci mengatakan kepada majalah itu bahwa UE telah mengasumsikan akan ada sekeranjang pemasok yang berbeda untuk dipilih. "Pendekatan seperti itu masuk akal. Namun kemudian di beberapa titik menjadi jelas bahwa banyak yang tidak bisa secepat itu," ujar Tureci.
"Pada saat itu sudah terlambat untuk menebus kesalahan pemesanan," ujarnya menambahkan. Sahin mengatakan perusahaannya kini bekerja keras untuk meningkatkan produksi dan mengisi yang kosong karena kurangnya vaksin lain yang disetujui.
Dia mengatakan BioNTech akan membangun pabrik baru dan beroperasi di Marburg, Jerman, pada Februari, jauh lebih awal dari yang direncanakan. Kondisi ini harus mampu menghasilkan 250 juta dosis vaksin pada paruh pertama 2021.
Tureci menyebut perusahaan juga telah menandatangani kesepakatan dengan lima perusahaan farmasi lain di Eropa untuk meningkatkan produksi. Dia pun sedang bernegosiasi dengan yang lain.
"Pada akhir Januari kami harus memiliki kejelasan tentang berapa banyak lagi yang bisa kami produksi," kata Sahin.