Jack Ma: Dari Hero Menjadi Zero

Munculnya gejala kompleks pembenci orang kaya membuat Jack Ma makin terpojok.

Antara/M Agung Rajasa
Pendiri Alibaba Jack Ma menjadi pembicara di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10).
Red: Joko Sadewo

Oleh : Elba Damhuri*

REPUBLIKA.CO.ID, Di China, Jack Ma identik dengan kesuksesan. Guru bahasa Inggris yang menjadi pengusaha internet ini kini menjadi salah seorang orang terkaya di China, bahkan dunia.

Dia mendirikan Alibaba, sebuah platform jualan online yang mirip dengan Amazon. Setelah Donald J Trump terpilih sebagai presiden pada 2016, Jack Ma adalah orang Tionghoa terkenal pertama yang ditemui Trump.

Jack Ma, bagi sebagian besar publik Barat, adalah simbol perwakilan China modern. Jack Ma disebut sebagai presiden dan pemimpin tidak resmi China di kancah global.

Daddy Ma (Ayah Ma)--begitu biasanya orang-orang China memanggil Jack Ma--bukan lagi pencipta lagu, pengaransemen musik, tetapi juga seorang rock star kelas dunia. Dia adalah bintang di antara bintang musik.

Jack memainkan master kung fu yang tak terkalahkan dalam film pendek pada 2017 yang dikemas dengan aktor dan aktris top Tiongkok.

Ma bernyanyi dengan Faye Wong, diva pop Tiongkok. Kemudian, sebuah lukisan yang dia buat bersama Zeng Fanzhi, seniman top China, dijual pada lelang Sotheby seharga 5,4 juta dolar AS.

Bagi anak China yang muda dan ambisius, kisah Daddy Ma adalah salah satu yang patut ditiru.

Namun, belakangan ini, sentimen publik memburuk dan Daddy Ma telah menjadi pria yang sangat dibenci orang di China.

Berbagai julukan negatif pun muncul untuk Jack Ma. New York Times mengutip Ma disebut sebagai "penjahat", "kapitalis jahat", dan "hantu penghisap darah".

Seorang penulis membuat daftar "10 dosa mematikan" Jack Ma. Alih-alih Ayah, beberapa orang mulai memanggilnya "putra" atau "cucu".

Dalam cerita dan testimoni tentang Ma, semakin banyak orang China yang meninggalkan komentar dengan mengutip pernyataan terkenal Karl Marx, “Pekerja di seluruh dunia, bersatulah!”

Kata-kata Marx ini memang sangat dikenal di China, diambil dari sebuah catatan pendek yang mengena dari Marx berjudul "Manifesto Politik".

China selama 40 tahun terakhir memang berubah hebat. Nasihat pendek yang penting dari Bapak Bangsa China, Deng Xiaoping, "Saya tidak peduli kucing itu hitam atau putih, yang penting bisa tangkap tikus," sangat tepat dan mengena.

Ekonomi China tidak sekadar tumbuh, tetapi meroket. China sempat menikmati pertumbuhan di atas 10 persen selama beberapa tahun.

Semakin banyak orang China menikmati peluang hebat ini, sehingga melahirkan kaum kaya dan miliarder.

Saat ini, China memiliki lebih banyak miliarder daripada gabungan Amerika Serikat dan India.

Konsumsi barang mewah China diperkirakan tumbuh hampir 50 persen tahun ini dibandingkan dengan 2019. Jumlah orang terkaya dan superkaya China di atas 600 juta atau lebih banyak dari jumlah seluruh orang di benua Eropa yang tidak semuanya kaya.


BACA JUGA: Jack Ma: Pujaan China yang Kini Menjadi Musuh Nomor Satu Xi Jinping

Kaum sadar demokrasi dan politik modern juga tumbuh. Seorang mahasiswa China, teman waktu kuliah di Inggris, pernah bilang, "Bagaimana Eropa dan Barat mau ajari demokrasi dan ekonomi China sementara kami jauh lebih besar dari mereka."

Lahirnya generasi kaya raya seperti Jack Ma ternyata memunculkan masalah lain: Kebencian berkepanjangan terhadap orang kaya.

Gejala ini disebut sebagai kompleks pembenci orang kaya (the wealthy-hating complex).

"Miliarder luar biasa seperti Jack Ma pasti akan digantung di atas tiang lampu," tulis seorang komentator online dalam postingan media sosial yang beredar luas, merujuk pada slogan hukuman mati yang terkenal di Revolusi Prancis, "À la lanterne!"

Artikel itu, seperti dikutip New York Times, disukai 122 ribu di platform Weibo--mirip Twitter-- dan dibaca lebih dari 100 ribu kali di aplikasi media sosial WeChat.

Partai Komunis tampaknya memanfaatkan kebencian itu. Dalam pertemuan tahunan Partai Komunis China tentang kebijakan ekonomi negara untuk 2021, partai berjanji memperkuat langkah-langkah antitrust dan mencegah "ekspansi modal yang tidak teratur".

Kini Jack Ma menjadi sosok paling dimusuhi di China. Bisnis Alibaba dan Alipay membuat Ma begitu percaya diri sampai menyuarakan "kebenaran" masa depan industri keuangan secara tajam dan keras di hadapan para petinggi pemerintahan China di sebuah forum resmi.

Tentu, kita masih menunggu munculnya kembali Jack Ma, setelah sekian lama menghilang bak ditelan bumi.

*) Penulis adalah Kepala Republika.co.id

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler