Maklumat Soal FPI Banyak Diprotes, Kapolri Terbitkan STR
Kapolri meminta seluruh polda agar dalam maklumat poin 2D, tidak menyinggung media.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Idham Azis menerbitkan surat telegram rahasia (STR) kepada seluruh Polda jajaran terkait dengan Nomor: Mak/1/I/2021 Tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Sebelumnya, maklumat tersebut menuai banyak protes dari berbagai kalangan, terutama pada poin 2D.
Adapun isi dari poin 2D di dalam maklumat tersebut adalah, masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Praktis poin ini dianggap menghambat hak masyarakat mendapatkan informasi, juga kebebasan pers. Sehingga kemudian Kapolri menerbitkan STR bernomor ST/1/I/HUM.3.4.5./2021 tertanggal (4/1/2021). "Iya betul (STR)" ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Selasa (5/1).
Diterbitkannya, STR tersebut bertujuan untuk meluruskan informasi terkait poin maklumat yang jangan sampai malah menimbulkan polemik dengan media. Kemudian isi STR itu menjelaskan bahwa penekanan Maklumat Kapolri tersebut pada poin 2D tidak ada sangkut pautnya dengan pers. Kapolri meminta kepada seluruh polda agar dalam maklumat poin 2D tersebut tidak menyinggung media.
"Sepanjang memenuhi kode etik jurnalistik, media, dan penerbitan Pers dilindungi UU Pers, kebebasan berpendapat tetap mendapat jaminan konstitusional," tegas Kapolri dalam STR tersebut.
Dalam STR tersebut juga disampaikan bahwa poin 1 dan 2 jika digunakan pada konten yang diproduksi dan disebarluaskan bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, ideologi negara Pancasila, mengancam NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika seperti mengadu domba, provokatif, perpecahan, SARA. Maka negara harus hadir untuk melakukan pencegahan dan penindakan.
"Selama konten yang diproduksi dan penyebarannya tidak bertentangan dengan sendi-sendi berbangsa dan bernegara, dapat dibenarkan. Polri selama ini menjadi institusi yang aktif mendukung kebebasan Pers," tulis Idham Azis.
Protes terhadap Maklumat Kapolri Idham Azis soal tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI juga disampaikan Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar. Terutama isi maklumat pada poin 2D, tentang pelarangan masyarakat untuk mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
"Menurut saya melarang orang mengakses sebuah info pemberitaan apa saja adalah tindakan otoriter dari sebuah pemerintahan," tegas Abdul Fickar.
Kemudian protes juga dilayangkan oleh komunitas pers yang diwakili oleh Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Hendriana Yadi dan lainnya. Komunitas Pers mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu. Karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
Komunitas pers juga menghibau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers. "Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers," ungkap Komunitas Pers.