Opini Wiku Bahwa China Perlu Dicontoh Dikritik Epidemiolog

Epidemiolog nilai penanganan Covid di Indonesia tak layak dibandingkan dengan China.

Satgas Covid-19
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rizky Suryarandika

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menilai, Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain yang berhasil menekan angka penularan Covid-19. Dua negara yang bisa jadi patokan adalah China dan Singapura.

Baca Juga



Kasus positif Covid-19 di China hingga hari ini bertahan di kisaran 80 ribuan dengan total angka kematian 4.634 orang. China dianggap 'berhasil' menahan laju penularan bahkan setelah berselang satu tahun sejak kasus Covid-19 pertama kali ditemukan.

Sementara Singapura, negara pulau yang memiliki populasi penduduk 5,8 juta jiwa juga berhasil menahan laju penularan Covid-19. Total kasus sampai saat ini sebanyak 58.749 orang dengan angka kematian 'hanya' 29 orang.

Kondisi China dan Singapura tentu jauh berbeda dengan Indonesia. Per Rabu (6/1) ini, Indonesia mencatatkan kasus konfirmasi positif Covid-19 sebanyak 788.402 kasus dengan 23.296 orang meninggal dunia. Angka ini jauh di atas laporan yang disampaikan China dan Singapura.

Pengendalian yang mereka lakukan perlu dicontoh," ujar Wiku dalam diskusi yang digelar BNPB, Selasa (5/1).

China, menurut Wiku, telah melakukan langkah yang tepat sejak awal penanganan Covid-19 dengan melakukan pengereman penularan melalui pembatasan pergerakan penduduk. Hal ini pun didudukung oleh kedisiplinan masyarakat dan kapasitas testing yang tinggi.

"Kalau mobilitas penduduk tetap tinggi, berapapun yang dites ya tetap tinggi (angka positif). Apa gunanya kita menggarami laut. Keberhasilan mengerem ini kalau dites hasilnya negatif dan positivity rate kita rendah. Sekarang 18-20 persen harian," kata Wiku.

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Syahrizal Syarif menyayangkan Wiku membandingkan penanganan Covid-19 di Indonesia dengan negara seperti China dan Singapura. Ia heran karena Wiku malah membandingkan kasus Covid-19 dan perilaku masyarakat.

"Harusnya juru bicara bisa menjelaskan apa yang dilakukan oleh pemerintah China dan Singapura yang tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Jangan selalu menyalahkan masyarakat terkait dengan peningkatan kasus," kata Syahrizal pada Republika, Rabu (6/1).

Syahrial menyayangkan sikap Wiku yang terkesan sering menyalahkan masyarakat dalam penularan Covid-19. Syahrizal menekankan pemerintah sebenarnya punya segala otoritas guna membendung Covid-19.

"Seharusnya juru bicara membandingkan apa yang sudah dilakukan pemerintah China dan Singapura dan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Harusnya pemerintah Indonesia secara sadar mengakui kegagalan tim Satgasnya dalam menangani Covid-19 di Indonesia," tegas Syahrizal.

 

 



Menurut Syahrizal, Pemerintah mempunyai segalanya dalam situasi darurat mencakup otoritas, sumber daya dan kekuatan polisi dan tentara. Pemerintah dapat mengerahkan segalanya guna menjalankan langkah penanggulangan pandemi secara tegas, sistematik, terukur dan berbasis data.

"Jika kasus tetap meningkat maka yang gagal itu pemerintah bukan masyarakat," ujar Syahrizal.

Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai, Indonesia tertinggal jauh dari China dan Singapura dalam penanganan Covid-19. Pemerintah Indonesia perlu menggenjot banyak sektor guna mengejar ketertinggalan tersebut.

"Jauh tertinggal dari dua negara itu. PR kita masih besar, harus diperkuat dengan strategi komunikasi risiko yang tepat dan efektif. Di Singapura ada rumor langsung di-counter 2-3 jam setelahnya sama pemerintah. Ini yang harus jadi contoh bagi pemerintah Indonesia," kata Dicky pada Republika, Rabu (6/1).

Dicky menyebut Indonesia lebih pantas dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam mengenai penanganan Covid-19.

"Kita dengan Thailand dan Vietnam saja, walau juga berat (dibandingkannya) tapi masih memungkinkan," tambah Dicky.

Dicky mengungkapkan alasan di balik kehebatan China dan Singapura dalam mengatasi Covid-19. Ia mengimbau pemerintah Indonesia meniru langkah-langkah yang diambil kedua negara itu.

"Apa yang dicapai oleh China dan Singapura hasil strategi testing, tracing, isolasi, karantina yang sangat optimal. Jadi itu kalau mau bandingkan harus komprehensif," ujar Dicky.

Selain itu, Dicky menyebut jumlah ahli kesehatan di China dan Singapura jauh melampaui Indonesia. Kondisi ini membuat kedua negara itu bisa mengatasi penyakit secara lebih efektif. Ia mencontohkan di Wuhan, China yang berpenduduk sekitar 11 juta orang jumlah epidemiolognya mencapai ribuan orang.

"Kalau di Indonesia epidemiolog sekitar 500-an orang saja dari penduduk 270 juta. Tentu ini jauh tertinggal," ucap Dicky.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberi sejumlah masukan bagi pemerintah Indonesia guna menekan kasus Covid-19. Ketua Umum IDI Daeng M Faqih mengingatkan pentingnya proses testing dan tracing guna memetakan penularan Covid-19 secara lebih baik.

Kedua proses itu diperlukan agar penderita Covid-19 bisa lebih cepat ditangani sebelum penularannya meluas. Kemudian, Faqih juga menyayangkan masih rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan (prokes) mencakup rajin cuci tangan, hindari kerumunan dan memakai masker.

"Perlu perkuat lagi testing dan tracing dan perkuat disiplin protokol kesehatan," kata Faqih pada Republika, Rabu (6/1).

Selain itu, Faqih memberi masukan pada pengelolaan penanganan penderita Covid-19 di rumah sakit. Ia menekankan agar rumah sakit selalu memberi pelayanan terbaik yang tersedia bagi para pasien agar dapat segera pulih.

"Perlu perencanaan yang terukur penambahan fasilitas rumah sakit dan penerapan standar pelayanan pasien covid-19 yang baik," ujar Faqih.

Indonesia sumbang 0,89 persen kasus Covid-19 di dunia - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler