Israel Ulur Waktu, Qatar Ngegas Tahap Dua Gencatan Senjata untuk Percepat Bangun Gaza

Qatar desak tahap kedua negosiasi gencatan senjata Gaza Palestina-Israel disegerakan.

AP Photo/Jacquelyn Martin
Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar Syekh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkesan mengulur waktu untuk berunding membicarakan tahap kedua gencatan senjata Hamas Palestina dengan pihak Israel. Netanyahu yang kini dibelit sejumlah kasus hukum masih terus diintervensi koalisi sayap kanan Israel, seperti Menteri Keuangan Bezalel Smotrich yang lebih bernafsu wujudkan pertumpahan darah di Gaza ketimbang gencatan senjata.

Baca Juga


Dalam kebimbangan Israel menentukan langkah, Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, pada Ahad (2/2) menyerukan kepada Israel dan Hamas untuk segera memulai tahap kedua dari perjanjian gencatan senjata di Gaza.

"Kami menegaskan pentingnya komitmen semua pihak dalam melaksanakan seluruh ketentuan perjanjian gencatan senjata di Gaza dan memulai tahap kedua (dari negosiasi)," ujarnya dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, di Doha.

"Tidak boleh ada hambatan dalam memulai negosiasi tahap kedua," tambahnya.

Bin Abdulrahman mengatakan bahwa negosiasi tahap kedua perjanjian Gaza dijadwalkan dimulai pada Senin.

"(Namun) hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kedatangan delegasi dan dimulainya negosiasi. Kami berharap akan ada perkembangan dalam beberapa hari ke depan," katanya.

Perdana Menteri Qatar itu juga menekankan pentingnya komitmen kedua belah pihak untuk berunding dengan itikad baik.

Menurut media Israel, pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk menunda pengiriman tim perundingannya ke Qatar hingga ia bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Washington pada Selasa (4/2).

Mengenai usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza, bin Abdulrahman menegaskan kembali penolakan tegas Qatar terhadap segala bentuk pemindahan paksa.

"Kami terus berdialog dengan pemerintahan Trump dan berharap tidak akan ada perbedaan pendapat," ujarnya.

Bin Abdulrahman menegaskan komitmen Qatar untuk memastikan rakyat Palestina tetap berada di tanah mereka.

Dalam pertemuan tingkat menteri Arab di Kairo pada Sabtu (1/2), bin Abdulrahman kembali menyatakan penolakan tegas Qatar terhadap upaya apa pun untuk memindahkan warga Palestina secara paksa dari Gaza.

 

Trump pertama kali melontarkan gagasan itu pada 25 Januari, dengan menyarankan agar warga Palestina di Gaza direlokasi ke Mesir dan Yordania. Namun, usulan tersebut mendapat penolakan keras dari Kairo dan Amman.

Sebelumnya pada 19 Januari, tahap pertama dari perjanjian gencatan senjata selama enam pekan antara Hamas dan Israel mulai berlaku, dengan negosiasi untuk tahap-tahap berikutnya yang masih terus berlangsung. Perjanjian ini dimediasi oleh Mesir dan Qatar, dengan dukungan dari AS.

Perang genosida Israel telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.500 orang sejak 7 Oktober 2023.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresinya di wilayah tersebut.

Pelanggaran Israel

Tentara Israel melakukan 15 pelanggaran baru terhadap perjanjian gencatan senjata di Lebanon beberapa waktu lalu.

Pelanggaran terbaru tersebut menjadikan jumlah total pelanggaran sejak perjanjian tersebut mulai berlaku 66 hari yang lalu menjadi 823, menurut statistik yang dikumpulkan oleh Anadolu berdasarkan pengumuman dari Kantor Berita Nasional Lebanon.

Menurut laporan kantor berita tersebut, pelanggaran terbaru terhadap perjanjian tersebut terkonsentrasi di wilayah Marjayoun, Bint Jbeil, dan Hasbaya di Provinsi Nabatieh di Lebanon selatan dan di distrik Tyre di Provinsi Selatan.

Di Marjayoun, dua warga sipil mengalami luka ringan akibat pesawat nirawak Israel yang menjatuhkan bom di dekat sepeda motor mereka di pinggiran desa Tallouseh.

Sebuah pesawat nirawak Israel juga menargetkan tim penyelamat Pertahanan Sipil Lebanon di desa Taybeh saat mereka menggunakan ekskavator untuk mencari orang hilang di bawah reruntuhan.

Personel pertahanan sipil harus mundur demi keselamatan mereka, dengan mesin yang terbakar akibat serangan tersebut.

Tentara Israel meluncurkan bom suar di langit di atas desa Al-Aadaissah.

Pasukan Israel melakukan pembongkaran rumah dan bangunan di Kfarkela dan Tallouseh, bersamaan dengan penghancuran dengan buldoser dan penyisiran dengan senjata mesin di desa Markaba.

 

Sebuah rudal anti pesawat Israel dilaporkan meledak di atas desa Majdal Zoun.

Pasukan Israel juga membakar sebuah peternakan ayam di dekat daerah Nzala Tal Nahas di desa Deir Mimas.

Di Bint Jbeil, tentara Israel melakukan peledakan rumah dan bangunan di daerah Al-Hariqa dekat pinggiran desa Ayta ash-Shaab.

Mereka juga menembaki warga sipil yang sedang memeriksa peternakan mereka di desa Rmaych.

Di Hasbaya, artileri Israel menargetkan daerah sekitar desa Shebaa.

Di Tyre, pasukan Israel melakukan operasi penghancuran dengan buldoser di desa Dhayra dan Al-Bustan.

Sebuah pesawat nirawak Israel menjatuhkan bom ke sebuah ekskavator yang sedang bekerja di desa Yaroun, tanpa ada korban luka yang dilaporkan.

Ketegangan meningkat karena tentara Israel tetap bertahan setelah batas waktu 60 haru untuk penarikannya dari Lebanon selatan yang telah berlalu pada Minggu (26/1) berdasarkan perjanjian gencatan senjata.


 

Namun, AS mengatakan bahwa Israel dan Lebanon telah sepakat untuk memperpanjang batas waktu hingga 18 Februari.

Setidaknya 26 orang tewas dan 221 lainnya terluka akibat tembakan Israel sejak Minggu (26/1) saat penduduk berusaha kembali ke desa mereka di Lebanon selatan, menurut otoritas kesehatan setempat.

Gencatan senjata yang rapuh telah berlaku sejak 27 November 2024, mengakhiri periode saling tembak antara Israel dan kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, yang dimulai pada 8 Oktober 2023 dan meningkat menjadi konflik skala penuh pada 23 September 2024.

Data dari Kementerian Kesehatan Lebanon menunjukkan bahwa sejak serangan Israel terhadap Lebanon dimulai pada 2023, setidaknya 4.080 orang telah tewas, termasuk perempuan, anak-anak dan petugas kesehatan, sementara 16.753 terluka.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler