Pemerintah Diharapkan Suntik Modal Bank Syariah Indonesia
Tanpa injeksi modal, modal inti BSI ada di kisaran Rp 20 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diharapkan ikut menyuntik modal pada bank hasil merger tiga anak usaha Bank BUMN. Direktur Utama Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan dampak positif dari merger tersebut akan tergantung dari keseriusan pemerintah memperbesar dan mengembangkan kapasitas bank ini ke depan.
Yusuf berharap agar pemerintah serius mendukung keberadaan Bank Syariah Indonesia dengan menyuntikan modal. Sehingga nantinya, Bank dapat masuk dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) IV, atau kelompok bank-bank bermodal inti terbesar.
Tanpa injeksi modal, modal inti BSI ada di kisaran Rp 20 triliun yang artinya belum bisa menjadi Bank BUKU IV. "Tentu dampak BSI akan lebih optimal jika modal-nya ditambah agar bisa naik kelas jadi Bank BUKU IV," ujarnya dalam keterangan pers, Senin (11/1).
Yusuf menambahkan, merger Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRISyariah akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi syariah melejit. Sejumlah tren positif terkait perkembangan ekonomi syariah dalam beberapa waktu terakhir dapat menjadi katalis agar industri ini bisa tumbuh pesat pada tahun ini.
Meski secara umum, perkembangan ekonomi syariah sepanjang 2021 akan sangat ditentukan kondisi perekonomian secara makro dan pengendalian pandemi Covid-19. Selain itu, perkembangan ekonomi syariah juga akan ditopang oleh perkembangan pasar modal syariah yang semakin pesat, terutama penerbitan sukuk negara.
Tahun ini masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi syariah. Sebagai contoh, kehadiran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang awalnya banyak membantu akselerasi industri perbankan dan keuangan syariah kini justru mengambil ceruk investor ritel.
Menurutnya, dengan investor ritel membeli SBSN secara tidak langsung memberi tekanan ke perbankan syariah. Sukuk negara kini lebih banyak head to head dengan perbankan syariah dalam penghimpunan DPK, terutama melalui sukuk dana haji dan sukuk ritel.
"Ini tentu tidak diharapkan," katanya.