Komisi X Dukung GTK Honorer di Atas 35 Tahun Diangkat PNS
Mereka memiliki pengalaman yang lebih dari sekadar mengikuti ujian seleksi PPPK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi mendukung para guru honorer dan tenaga kependidikan non kategori yang berusia di atas 35 tahun diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Menurut Dede, mereka memiliki pengalaman yang lebih dari sekadar mengikuti ujian seleksi CPNS atau PPPK.
"Saya yakin bahwa narasi ini kita dorong, bahwa saudara-saudara kita yang saat ini sudah 35 tahun ke atas dan telah mendidik selama lebih dari 10 tahun, mereka memiliki pengalaman yang jauh lebih penting, adalah pendidikan karakter," kata Dede, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) virtual, Rabu (13/1).
Dia mengatakan, para guru dan tenaga kependidikan ini mestinya bisa diangkat menjadi PNS tanpa melalui tes. Pengangkatan bisa dilakukan melalui verifikasi dari sekolah tempat mereka bekerja.
"Karena sekolahnya yang paling tahu. Kita paham orang kalau sekadar lulus tes belum tentu memiliki jiwa pendidik," kata dia menambahkan.
Politisi fraksi Partai Demokrat mengatakan, pihaknya akan meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar meninjau kembali soal kebijakan guru tidak masuk formasi CPNS tahun 2021. Sebab, dia menegaskan, guru tetap adalah formasi teknis termasuk di dalamnya tenaga pendidik.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi X DPR Andreas Hugo Pareira terkait dukungan untuk para guru dan tenaga kependidikan honorer di atas usia 35 tahun ini. Dia menegaskan, agar permasalahan guru honorer ini menjadi perhatian pemerintah.
"Saya minta Komisi X mendukung mereka, sehingga mereka diberikan kesempatan, tidak harus lagi pakai tes. Karena dengan pengalaman yang mereka miliki, tentu tingkat kematangan emosional, psikologis, kematangan di dalam pedagogik ini sungguh sudah teruji," kata politisi dari Fraksi PDIP ini.
Anggota Komisi X Eva Stevany Rataba menambahkan, skema PPPK menurutnya tidak cocok untuk diterapkan kepada guru. Sebab, dengan skema ini guru harus dievaluasi dan sewaktu-waktu bisa diputus kerjanya jika dianggap tidak mumpuni.
"Mungkin buat pemerintah, keberadaan PPPK lebih menguntungkan dari PNS. Tapi hal tersebut tentunya bisa mencederai profesi guru yang mulia dalam membentuk SDM yang unggul," kata Eva.