Virus Corona di Indonesia Sedang Sangat Cepat Menular

Angka penularan Covid di Indonesia saat ini memang sangat tinggi imbas libur panjang.

Republika/Thoudy Badai
Petugas medis membantu pasien Covid-19 memasuki mobil ambulans di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Rabu (13/1). Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per hari Rabu (13/1) menyebutkan kasus positif Covid-19 bertambah 11.278 orang sehingga menjadi 858.043 orang, sementara kasus pasien sembuh COVID-19 bertambah 7.657 orang menjadi 703.464 orang dan jumlah pasien meninggal bertambah 306 orang menjadi 24.951 orang. Republika/Thoudy Badai
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati

Meningkatnya angka kasus Covid-19 di Indonesia yang belakangan berada di rentang 10 ribu lebih kasus baru per harinya, dinilai tidak disebabkan oleh peningkatan kapasitas pemeriksaan sampel yang melonjak secara signifikan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyebut, angka positivity rate yang tinggilah yang menjadi penyebab.

Nadia menyebutkan rasio kasus positif Covid-19 di Indonesia yang mencapai 30 persen menyebabkan virus menjadi sangat cepat menular. Angka positivity rate 30 persen di Indonesia meningkat tiga kali lipat dari sebelumnya 10 persen dan jauh dari standar WHO sebesar 5 persen.

"Bahwa penularan virus dengan positivity rate 30 persen akan sangat cepat menular di masyarakat dan kasus akan menjadi sangat tinggi," kata Nadia dalam konferensi pers secara daring yang dipantau di Jakarta, Rabu (13/1).

Baca Juga



Nadia mencontohkan, pada Rabu (13/1), penambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia sebanyak 11.278 orang dari total 71.689 spesimen sampel yang diperiksa. Sementara pada Selasa (12/1), dari 70.309 pemeriksaan spesimen yang diperiksa, ditemukan penambahan kasus positif baru yang sebanyak 10.047.

Menurut Nadia, peningkatan kasus Covid-19 yang sangat tinggi belakangan ini imbas dari libur panjang akhir tahun 2020 dan juga protokol kesehatan yang belum benar-benar diterapkan secara disiplin oleh masyarakat.

"Masyarakat masih belum betul-betul menerapkan protokol kesehatan 3M dengan benar. Ini tidak hanya berdampak pada risiko penularan semakin tinggi, tapi perilaku yang tidak optimal juga akan menambah kasus," kata dia.

Nadia juga menyinggung kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia yang bertambah hingga 306 jiwa pada hari ini. Dia mengatakan, peningkatan kasus kematian ini mengindikasikan bahwa sistem pelayanan kesehatan mulai kewalahan dengan peningkatan kasus Covid-19.

"Artinya kasus berat pun kini jadi tantangan kita untuk menanganinya," jelas dia.

Senada dengan Nadia, pada Selasa (12/1), Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan tenaga kesehatan di rumah sakit dengan tingkat keterisian kamar lebih dari 60 persen saat ini sudah sangat kewalahan menangani pasien Covid-19. Jika kasus positif semakin meningkat, maka ia mengkhawatirkan beban tenaga kesehatan dan potensi terpapar virus semakin meningkat.

“Saya ingatkan, pada Desember saja sudah ada 49 orang dokter yang meninggal akibat Covid-19. Tidak selayaknya kita kehilangan tenaga kesehatan dari kelalaian kita untuk menanggulangi pandemi ini,” kata Wiku saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/1).

Satgas melaporkan, 10 besar provinsi memiliki tingkat keterisian tempat tidur ruang isolasi dan ICU lebih dari 60 persen. Tingkat keterisian tempat tidur di DKI Jakarta yang tertinggi yakni mencapai 82 persen, Banten mencapai 81 persen, DIY sebesar 78 persen, Jawa Barat sebesar 75 persen, dan Jawa Timur sebesar 71 persen.

Sedangkan tingkat keterisian kamar di Sulawesi Selatan mencapai 71 persen, Jawa Tengah sebesar 71 persen, Sulawesi Tengah sebesar 65 persen, Kalimantan Timur sebesar 64 persen, dan Lampung sebesar 63 persen.

“Apabila tempat tidur di fasilitas kesehatan penuh 100 persen, maka pasien-pasien Covid-19 baru, terlepas dari tingkat keparahan penyakitnya dan kebutuhannya atas penanganan di rumah sakit, tidak akan bisa ditangani,” jelas Wiku.

Pada Rabu (13/1), Wiku menyampaikan, jumlah daerah yang masuk dalam zona merah kembali meningkat pada pekan ini setelah pada pekan sebelumnya mengalami penurunan signifikan. Zona merah mengalami peningkatan dari 54 kabupaten kota menjadi 70 daerah.

“Di minggu ini terjadi perkembangan ke arah yang kurang baik,” kata Wiku.

Sedangkan, daerah dengan zona oranye atau risiko sedang mengalami penurunan dari 388 menjadi 374 kabupaten kota. Begitu juga dengan daerah yang masuk dalam zona kuning dan hijau. Jumlah kabupaten kota dengan risiko rendah pun turun dari 57 menjadi 56 kabupaten kota.

“Yang tidak ada kasus baru turun dari 11 menjadi 10 kabupaten kota,” tambah Wiku.

Wiku menilai, kondisi ini menunjukan perkembangan zonasi daerah yang mengalami pergeseran ke arah yang lebih buruk dengan ditandai peningkatan jumlah daerah di zona merah secara signifikan. Ia menegaskan, kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus menerus.

Karena itu, ia meminta pemimpin daerah di zona merah agar meningkatkan kewaspadaannya. Selain itu, juga perlu dilakukan evaluasi penanganan Covid-19 di wilayah tersebut.

“Saya minta untuk pimpinan daerah dari kabupaten kota yang ada di zona oranye untuk tidak selalu merasa nyaman apabila wilayahnya berada di zona risiko sedang,” ujar Wiku.

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani meragukan kebijakan PPKM bisa menurunkan kasus positif Covid-19. Karena, menurut Laura, pembatasan yang diberlakukan kali ini berbeda dengan sebelumnya.

"Sejak awal saya ragu kalau PPKM bisa menurunkan jumlah kasus, apalagi situasinya juga berbeda dengan sebelumnya. Saat ini kasus hariannya lumayan, lebih dari 10 ribu," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (12/1).

Jika dibandingkan dengan pembatasan aktivitas seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sebelumnya diterapkan, dia melanjutkan, banyak celah yang bisa dilakukan masyarakat atau pemerintah daerah (pemda). Ia menyontohkan salah satu ketentuan dalam PPKM yaitu kapasitas pekerja yang ada di kantor (WFO) maksimal 25 persen, namun apakah bisa dipastikan yang melakukan mobilisasi dan yang menggunakan transportasi umum adalah kelompok WFO.

Kemudian, dia melanjutkan, pemda seringkali meninjau kembali indikator atau instruksi yang sudah diturunkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan menawar kebijakan yang telah diinstruksikan tersebut. Ini termasuk masalah WFO harusnya 25 persen kemudian ditawar 50 persen. Artinya, dia melanjutkan, kebijakan dari Mendagri ini tidak bisa dipukul rata dan menjadi celah.

"Oleh karena itu, jika ditanya apakah PPKM bisa menurunkan positivity rate yang sudah 30 persen maka ini kembali ke pemda. Karena instruksi ini kan hanya secara general saja, tetapi implementasinya, pengawasannya, monitoringnya kembali ke pemda," katanya.

Berhasil atau gagalnya PPKM dalam upaya menekan kasus Covid-19, kata Laura, bisa dilihat dari jumlah kasus harian selama periode PPKM yaitu 11 Januari hingga 25 Januari 2021. Oleh karena itu, Laura merekomendasikan evaluasi PPKM per hari, bahkan kalau dibutuhkan bisa dua kali sehari.

"Jangan sampai PPKM jadi tidak bermakna," ujarnya.

 

Kiat sukses work from home. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler