Pahami Mengapa Vaksinasi Hanya Diberi ke Orang Sehat

Epidemiolog terangkan, vaksin berbeda dengan obat.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 Sinovac ke tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Kamis (14/1). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan 1,48 juta tenaga kesehatan mengikuti program vaksinasi Covid-19 perdana tahap awal yang berlagsung dari Januari hingga Februari 2021. Foto: Abdan Syakura/Republika
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Program vaksinasi Covid-19 mulai bergulir. Meski masuk dalam kelompok penerima vaksinasi, namun tidak semua masyarakat bisa mendapatkan vaksin Covid-19. Di antara mereka yang belum bisa mendapatkan vaksinasi adalah para penyintas, juga masyarakat yang kondisinya sedang tidak sehat.

Ahli Epidemiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, Dr dr M Atoillah Isfandiari MKes, menegaskan vaksin hanya bisa diberikan kepada orang yang sehat. Karena vaksin berbeda dengan obat.

"Obat itu untuk mengobati orang sakit, sementara vaksin untuk mencegah yang sehat agar tidak sakit," kata Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair itu, di Surabaya, Kamis (14/1).

Oleh karena itu, vaksin seperti Sinovac harus diberikan kepada orang yang masih sehat. Sehingga jika sudah pernah menderita Covid-19 bukan menjadi target dari vaksin karena ia sudah mempunyai antibodi alami yang mungkin memang akan terdegradasi seiring waktu.

Perihal penggunaan Vaksin Sinovac, pria yang akrab dipanggil Atoini mengatakan, saat ini perlu diprioritaskan untuk mereka yang belum punya kekebalan sama sekali. Seperti tenaga kesehatan atau tim medis.

"Yang harus diberikan dulu ya tentunya yang bisa menolong dulu orang sakit, dalam hal ini adalah tenaga medis. Karena analoginya tenaga medis aman dari infeksi, maka selanjutnya bisa lebih optimal dalam menolong orang lain, termasuk juga menolong untuk mendapatkan kekebalan," katanya.

Ia menyebut vaksin Sinovac mempunyai beberapa keunggulan. Seperti menggunakan platform lama yang sudah sangat dikenal produsen vaksin, yaitu inactivated virus atau virus yang dimatikan.

"Efek samping dari vaksin itu tercatat kurang dari 1 persen. Artinya, memiliki keamanan yang sangat tinggi, meskipun memiliki efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Efikasi vaksin sebesar itu bisa dibilang jauh lebih rendah dibanding vaksin lainnya," kata Dr Atoillah.

Ato mengatakan, Sinovac juga relatif mudah disimpan dan tidak membutuhkan cold chain atau rantai dingin yang canggih. Seperti vaksin Pfizer yang membutuhkan penyimpanan minus 70 derajat.

"Vaksin dari perusahaan China tersebut masih memungkinkan jika disimpan di dalam lemari pendingin biasa," ujarnya.

Ia menjelaskan, dikeluarkannya izin pakai darurat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sangat tepat, karena melihat semakin banyak korban Covid-19 berjatuhan. Terkait efek samping pascauji klinis dilakukan, Ato mengatakan, waktu ideal yang dibutuhkan adalah enam bulan untuk pemantauan agar mengetahui efek sampingnya.

"Jadi, uji klinis fase 3-nya sudah selesai, sehingga data-data yang dicatat selama pelaksanaan uji klinis hasilnya bisa diperoleh dan dianalisis. Uji klinis sudah selesai hanya versi pemantauan pascauji itu yang kemudian kita tunggu dengan pertimbangan bahwa selama uji mulai ke-1 sampai ke-3 laporan terkait dengan keamanan dan efikasi sudah didapatkan," tuturnya.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga menjelaskan alasan penyintas Covid-19 tak masuk dalam target prioritas vaksinasi. Alasannya, penyintas dianggap sudah memiliki imunitas.

"Memang penyintas Covid-19 sampai sekarang tidak kami masukkan sebagai target vaksinasi karena mereka masih memiliki imunitas sehingga nanti tidak dimasukkan ke prioritas vaksinasi saat ini," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, di Kompleks, Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/1).

Selain itu dia menjelaskan terkait vaksinasi saat ini yang hanya untuk kelompok usia 18-59 tahun. Sebab dari uji klinis tahap III yang dilakukan di Bandung baru dilakukan terhadap usia 18-59.

"Sinovac sendiri di negara lain seperti Brasil melakukan uji klinis di atas 60 tahun. demikian juga vaksin-vaksin lainnya seperti Pfizer dan Astrazaneca juga bisa diberikan untuk usia di atas 60 tahun," ujarnya.

Terkait untuk kelompok usia di bawah 18 tahun Budi mengatakan sampai saat ini belum ada uji klinis yang dilakukan untuk usia di bawah 18 tahun. Namun ia mengatakan Astrazaneca dan Sinovac telah melakukan uji klinis terhadap usia di atas 16 tahun. "Tapi tahapnya masih tahap sangat dini," tuturnya.





Baca Juga


Rencananya, sebanyak 181,5 juta penduduk Indonesia masuk program vaksinasi Covid-19. Selain menyiapkan infrastruktur dan sumber daya, pemerintah menyiapkan pula fasilitas bagi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Covid-19.

Mereka yang sudah divaksin dan mengalami KIPI bisa langsung berobat ke fasilitas kesehatan (faskes) dengan biayanya ditanggung pemerintah. "KIPI akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Jadi, jika mengalami gejala apapun silakan datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dimanapun," kata Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi saat mengisi diskusi virtual MNC Trijaya bertema Vaksin, Siapa Takut?, Kamis (14/1) sore.

Ia menambahkan, jika seseorang mengalami KIPI adalah peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maka klaim pembayaran melalui mekanisme asuransi sosial itu. Namun, dia melanjutkan, kalau belum terdaftar menjadi peserta maka klaim pembayaran sama seperti perawatan Covid-19.
Artinya, pembayarannya menggunakan skema pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia mengakui, penanganan ini sudah menjadi kewajiban pemerintah.

Terkait KIPI yang bisa dialami, Nadia menjelaskan ini sangat spesifik pada masing-masing orang karena sangat tergantung respons tubuh dari setiap penerima suntikan. "Makanya setelah divaksin, dia harus menunggu 30 menit itu supaya kami bisa melihat, memonitor kemungkinan munculnya efek samping. Selain itu, kami juga melakukan edukasi apa saja ciri-ciri efek sampingnya," ujar perempuan yang juga Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes ini.

Pihaknya juga mengaku telah membuat leaflet untuk sosialisasi pada masyarakat mengenai efek samping yang bisa dialami usai vaksinasi di fasyankes. Tak hanya itu, pihaknya juga telah melatih para dokter di fasyankes untuk mengenali efek samping ini.

"Sehingga kalau ada kasus, mereka (dokter) bisa mengenali KIPI dan melakukan tata laksana," katanya.

Sementara itu pemerintah memastikan ketersediaan peralatan pendukung dalam vaksinasi Covid-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 sekaligus Vaksinasi Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito, mengatakan tidak akan terjadi kekurangan.

"Satgas dan Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan industri peralatan medis Indonesia untuk memastikan persediaan material yang dibutuhkan ini," kata Wiku. Saat ini, tegas Wiku, pemerintah memprediksi tidak akan terjadi kekurangan dalam peralatan seperti jarum suntik.

Dalam kesempatan itu, Wiku kembali menegaskan bahwa Indonesia akan menggunakan berbagai jenis vaksin Covid-19. Indonesia sudah mengamankan, selain Sinovac yang sudah digunakan saat ini, ada pula AstraZeneca, Novavac, Pfizer-BioNTech, Moderna, Sinopharm dan produksi PT Bio Farma.

Keputusan penggunaan jenis vaksin itu sendiri sudah ditetapkan lewat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/12758/2020. Ketersediaan vaksin menjadi salah satu prioritas utama dalam penyediaan vaksin, mengingat Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang ingin mengamankan vaksin Covid-19 untuk warganya.

"Akan jadi campuran beberapa vaksin yang berbeda, jelas karena ketersediaan vaksin di dunia juga sangat terbatas," tambahnya.

Sebelumnya, pemerintah resmi memulai proses vaksinasi masyarakat Indonesia dengan penyuntikan perdana terhadap Presiden Joko Widodo, beberapa menteri serta berbagai tokoh masyarakat pada Rabu (13/1). Pemerintah menargetkan tenaga kesehatan dan petugas layanan publik akan menjadi target pertama proses vaksinasi dengan proses distribusi telah dilakukan ke seluruh wilayah Indonesia.

Karakteristik 5 kandidat vaksin Covid-19. - (Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler