Uni Eropa Ingin Akhiri Konflik dengan AS Terkait Subsidi
Uni Eropa dan AS berselisih mengenai bantuan subsidi ke Airbus dan Boeing.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) memiliki kesempatan untuk mencapai kesepakatan terkait subsidi industri pesawat dalam waktu enam bulan. Adapun langkah korporasi ini setelah presiden AS terpilih Joe Biden resmi dilantik.
Seperti dilansir dari laman Bloomberg, Ahad (17/1), Direktur Jenderal Perdagangan Komisi Eropa sekaligus Badan Eksekutif UE di Brussels Sabine Weyand mengatakan, pihaknya ingin mengakhiri perselisihan 17 tahun atas bantuan ilegal untuk Airbus SE dan Boeing Co, sehingga masing-masing lebih mudah menghentikan tarif pesawat.
Bea masuk tersebut, yang disahkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menargetkan 11,5 miliar dolar AS pada perdagangan Trans-Atlantik dan memengaruhi berbagai barang industri, pertanian, dan konsumen. Uni Eropa sebelumnya mengenakan tarif bea masuk sebesar empat miliar dolar AS terhadap produk AS pada November 2020.
"Kedua belah pihak berharap akan setuju menangguhkan tarif, yang telah menangkap banyak orang kedua sisi Atlantik yang tidak ada hubungannya dengan perselisihan dan menciptakan ruang untuk negosiasi ini," kata Weyand.
Kesepakatan bantuan subsidi untuk industri pesawat terbang ini mulai berlaku pada 20 Januari mendatang. Ini merupakan salah satu tujuan utama Uni Eropa untuk meningkatkan hubungan perdagangan transatlantik yang rusak selama masa pemerintahan Donald Trump.
Weyand mengatakan UE hampir mencapai kesepakatan dengan pemerintahan Trump akhir tahun lalu sampai kantor Perwakilan Dagang AS memutuskan pada 30 Desember untuk menerapkan bea masuk sebesar 15 persen dan sebesar 25 persen dalam kasus susbidi Airbus ke lebih banyak produk Eropa.
Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mengatakan langkah itu dibenarkan karena Uni Eropa memberlakukan pungutan serupa atas subsidi Boeing. "Kami benar-benar mengira kami sedang menuju setidaknya penyelesaian sebagian konflik perdagangan yang masih di bawah pemerintahan Trump," kata Weyand.