Khawatir Kebijakan WhatsApp, Masyarakat Gunakan Aplikasi BiP

Selain Telegram dan Signal, warga Indonesia juga mulai melirik BiP buatan Turki.

Dok
Aplikasi BiP buatan Turki sebagai alternatif pengganti WhatsApp.
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gara-gara rencana WhatsApp melakukan kebijakan privasi terbaru, membuat masyarakat Indonesia pengguna ponsel pintar mulai melirik aplikasi baru. Meski WhatsApp akhirnya menunda kebijakan privasi dari 8 Februari menjadi 15 Mei 2021, namun sebagian masyarakat sudah mulai mencoba aplikasi lain pengiriman pesan dan chatting yang dianggap cocok.

Selain Telegram dan Signal, warga Indonesia juga mulai melirik BiP buatan perusahaan telekomunikasi Tuki, yaitu Turkcell. Pengguna ponsel pintar yang ingin menggunakan BiP bisa langsung mengunduhnya di Google PlayStore atau AppStore sebagai pengganti WhatsApp.

Republika menengok PlayStore, aplikasi ini diluncurkan pada 4 November 2013 yang sudah diunduh 50 juta lebih pengguna. Pun pengguna yang memberikan komentar mencapai lebih sejuta, yang sebagian besar merasa puas menggunakan BiP.

Seorang guru di SMPN 22 Kota Malang, Jawa Timur, Daris Sohibul mengaku, mulai menggunakan BiP mulai beberapa hari terakhir. Dia menjelaskan alasan menggunakan BiP, lantaran memiliki fitur yang tidak dipunyi di Whatsaap, yaitu bisa rapat dengan menggunakan video secara ramai-ramai.

"Cuma di sekolah disarankan, karena melihat keunggulan aplikasi ini. Orang-orang di sekolah ramai memakai ini," kata Daris kepada Republika, Rabu (20/1). Dia malah tidak tahu BiP aplikasi pesan buatan Turki. Daris ikut mengunduh lantaran guru lain mulai memakainya sebagai media alternatif untuk mengajar selama era pandemi Covid-19.

Karyawan swasta di Kota Depok, Jawa Barat, Mirza mengaku, secara terus terang mengunduh BiP lantaran khawatir dengan kebijakan privasi di WhatsApp. Apalagi, ia mendapat pesan berantai yang berisi kengerian menggunakan WhatsApp terkait kebocoran atau penyalahgunaan data.

"Apalagi tersiar kabar ada aturan terbarunya, WhatsApp akan membagi datanya ke Facebook. Namun, aturan ini tidak perlaku bagi pengguna Inggris Raya dan Uni Eropa, ini tentu cara kapitalis menguasai dunia," ucap Mirza.

Dia merasa, setelah mencoba BiP memang ada beberapa fitur unggulan yang tak dipunyai WhatsApp. Di antaranya, aplikasi ini bisa memuat 1.000 anggota, dan kalau WhatsApp maksimal hanya 265 anggota. Pun dengan video call bisa digunakan 10 orang langsung, dan WhatsApp maksimal hanya empat orang. Hanya saja, memang BiP belum bisa digunakan untuk update status.

"Kelebihan fitur video call, suaranya jernih, bisa 50 kali sebulan webinar, bisa buat kirim HD foto dan video panjang, pesan bisa diterjemahkan ke lebih 100 bahasa di dunia, dan ini memberi manfaat ke banyak orang," kata Mirza.

Ginting, pekerja di Jakarta yang memakai BiP menjelaskan, ia mencoba aplikasi asal Turki tersebut lantaran ikut trendsebagai alternatif. Seperti pada awal kemunculan Telegram, ia juga mencoba manfaat aplikasi BiP untuk mendukung pekerjaan.

"Saya tidak kuasai IT (informasi teknologi), dan tidak tahu mana yang baik. Tapi pasti ada plus minusnya (BiP dibandingkan WhatsApp)," kata Gintang.

Menurut dia, sekarang bukan eranya lagi pengiriman pesan didominasi hanya satu aplikasi saja. Ginting melihat saat ini, sedang masuki era terjadi perang IT dan saling bunuh antarperusahaan penyedia jasa aplikasi pengiriman pesan. Siapa yang tidak mengikuti perkembangan zaman, bisa digilas dan musnah.

"Jangan sampai komunikasi sebagai pesan, terkunci karena ada masalah. Karena itu komunikasi butuh alternatif. Siapa sangka SMA tak lagi favorit, siapa sangka BBM (Blackberry Messenger) lenyap?"

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler