Vaksin Mandiri: Bukan Prioritas, Beda Merek, Berpayung Hukum
"Vaksin gratis adalah prioritas, vaksin mandiri juga diperlukan," kata Erick Thohir.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Intan Pratiwi, Muhammad Nursyamsi
Pemerintah menyatakan, selain program vaksin Covid-19 secara gratis, pengadaan vaksin mandiri juga diperlukan. Namun, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan, bahwa vaksin Covid-19 secara mandiri bukan prioritas pemerintah.
"Tentu vaksin mandiri bukan prioritas, vaksin gratis adalah prioritas yang diutamakan. Tetapi itu tidak menutup mata juga vaksin mandiri ini juga diperlukan," ujar Menteri Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (20/1).
Erick mengatakan, pihaknya telah melakukan diskusi dengan berbagai pihak, termasuk DPR dan kementerian terkait jika wacana vaksin mandiri diberlakukan. Erick memberikan beberapa catatan.
"Kalau sampai nanti kita ditugasi vaksin mandiri, tentu seperti arahan dari pimpinan dan Komisi VI, ada beberapa catatan, yakni vaksinnya berbeda jenis. Jadi supaya yang gratis dan mandiri tidak tercampur jadi merek vaksinnya berbeda," kata Erick.
Kemudian, lanjut dia, waktu pemberian vaksin mandiri dilakukan setelah 1-2 bulan vaksin gratis dilaksanakan. Dan ada payung hukum yang jelas.
"Kami tinggal menerapkan saja, apakah memang ditugaskan nanti vaksin mandiri bisa berjalan atau tidak, tapi dengan catatan-catatan tadi yang sudah disampaikan. Kami siap melaksanakan," ucapnya.
Terlepas dari wacana vaksin mandiri, Erick menyampaikan bahwa kapasitas produksi vaksin Biofarma dapat mencapai 250 juta dosis vaksin.
"Apakah produksi Biofarma ini sudah standar internasional untuk Covid-19, alhamdulilah juga lulus," ucapnya.
Ia menyampaikan, untuk kapasitas produksi sebanyak 100 juta dosis telah mendapatkan sertifikasi dari BPOM. Sisanya, sebanyak 150 juta dosis ditargetkan dapat segera tersertifikasi dalam dua bulan ke depan.
"Sehingga 250 juta kapasitas untuk vaksin yang diproduksi Biofarma sudah mempunyai sertifikat," katanya.
Wacana pengadaan vaksin mandiri awalnya diungkapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada 15 Januari lalu. Ia mengatakan, vaksin mandiri ditujukan untuk perusahaan, dengan syarat untuk semua karyawannya bukan hanya untuk direksi dan jajaran atas perusahaan saja.
"Namun itu belum final. Masih dalam diskusi. Kami terbuka untuk diskusi karena objektif kami adalah vaksinasi sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, dan semurah-murahnya," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR yang diikuti melalui akun Youtube DPR RI di Jakarta, Kamis (15/1).
Budi mengatakan, pihaknya sudah berbicara dengan beberapa menteri lain tentang kemungkinan vaksinasi secara mandiri di luar vaksinasi yang diprogramkan pemerintah. Menurut Budi, yang harus diperhatikan dari vaksinasi mandiri tersebut adalah jangan sampai muncul narasi di masyarakat bahwa yang memiliki uang dan bisa membeli mendapatkan vaksinasi lebih cepat.
"Karena itu, jangan sekarang. Vaksinasi mandiri nanti saja setelah vaksinasi wajib untuk tenaga kesehatan dan pekerja publik sudah diberikan. Jangan langsung di depan," kata Budi.
PT Biofarma (Persero) mengatakan saat ini perusahaan punya kerja sama dengan Kimia Farma dan Indo Farma untuk warehouse penyimpanan vaksin. Dengan adanya jejaring ini, maka rencana vaksin mandiri bisa saja dilakukan.
Direktur Utama PT Biofarma Honesti Basyir menjelaskan saat ini sudah tersedia 48 cabang warehouse bersama dengan Kimia Farma dan Indo Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. "Ini bisa menjadi salah satu alat untuk distribusi vaksin jika memang konsep vaksin mandiri akan dilaksanakan," tambah Honesti di Komisi VI DPR RI, Rabu (20/1).
Warehouse itu juga, kata Honesti, sudah terintegrasi dengan pengawasan secara digital mulai dari hulu produksi hingga distribusi. Warehouse tersebut untuk menjamin standar penyimpanan dan distribusi sehingga kualitas vaksin terjaga.
"Teknologi kita memang sudah siapkan digital solution yagn memang sudah end to end, mulai dari pabrik kami proses priduksi, distribusi dan sampai nanti diserahkan ke masyarakat. Itu bisa dimonitor secara realtime," ujar Honesti.
Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP Aria Bima mengatakan perlunya dukungan kepada Menteri BUMN Erick Thohir dalam pelaksanaan program vaksinasi. Aria menilai urusan vaksin kerap dilekatkan dengan Erick yang juga menjabat sebagai ketua pelaksana komite penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (KPCPEN).
"Perlu ada dukungan politik yang kuat, kita, Komisi VI akan memberikan dukungan," ujar Aria saat rapat kerja dengan Erick terkait realisasi anggaran hingga vaksinasi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/1).
Komisi VI meminta Kementerian BUMN dan Bio Farma melaksanakan proses pendistribusian vaksin dengan tetap menjaga mutu dan keamanan berdasarkan standar protokol yang berlaku.
"Untuk mengakselerasi cakupan jumlah orang yang diberikan vaksin, Komisi VI mendukung adanya opsi untuk dilakukan vaksin mandiri dengan catatan di bawah pengawasan pemerintah terkait data, harga, dan pelaksanaan," kata Aria.