Peran Wakaf Dalam Respon Kebencanaan
Aset wakaf sebagai instrumen penting pengelolaan bencanaan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di awal 2021, rentetan bencana alam terjadi di Indonesia. Mulai banjir, tanah longsor, gunung meletus dan gempa bumi. Dalam upaya penanggulangan kebencanaan, peran lembaga-lembaga sosial pengelola wakaf sangat perlu dibutuhkan.
Bencana alam yang terjadi pada awal tahun ini tak lepas dari kondisi geografis wilayah Indonesia yang terletak di dalam jalur lingkaran bencana gempa (ring of fire). Jalur sepanjang 1.200 km dari Sabang sampai Papua merupakan batas-batas tiga lempengan besar dunia yakni lempengan Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik akan berpotensi memantik berbagai kejadian bencana alam yang besar. Indonesia juga berada pada tiga sistem pegunungan (Alpine Sunda, Circum Pasifik dan Circum Australia).
Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Dompet Dhuafa Bambang Suherman mengatakan aset wakaf sebagai instrumen penting pengelolaan bencanaan, seperti Merapi di Yogyakarta, saat memanfaatkan asset-aset wakaf berupa masjid sebagai shelter sebelum ke Stadion Maguwoharjo. Pada fase pemulihan juga membuat pasar karena hilangnya perputaran ekonomi dengan perspektif wakaf selain donasi kemanusiaan.
"Pada bencana di Sumatera Barat kita membangun shelter, kita gunakan instrumen wakaf untuk bangun huntara dengan membangun seribu unit huntara. Pengalaman ini tentu adalah peranan penting dalam wakaf, belum lagi klinik-klinik berbasis wakaf dalam berperan dalam bencana,” ujar , Bambang di sela-sela pembukaan dalam acara #WaqfIdeaTalk 1 yang berlangsung melalui kanal DDTV pada Kamis (28/1), dalam siaran persnya.
Sementara itu Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati, mengatakan peluang wakaf dalam kontribusi kebencanaan bisa dikatakan untuk jangka panjang. Di era Covid-19, wakaf dapat berguna bagi masyarakat untuk ruang isolasi mandiri (isoman) dengan menerapkan protokol kesehatan. Lalu kejadian bencana pasti butuh tempat-tempat bagi penyintas, dalam pengelolaan dengan memisahkan dari kelompok-kelompok rentan dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
"Banyak ide dari temen-temen CSO (Civil Society Organization) untuk mereleasisasi wakaf dalam proses siklus kebencanaan bukan hanya tanggap darurat,” ujar Raditya.
Pada pemaparan Herbet Berimbing selalu Senior Project Hub Manager Habitat For Humanity Indonesia mengatakan, contoh fungsi wakaf dalam koridor pascabencana yakni di Desa Padang Ampalu, Kecamatan Lareh Nan Panjang, Pandang Pariaman, Ada satu keluarga (penyandang disabilitas) tinggal di Musala. Lalu Dompet Dhuafa memfasilitasi bersama warga untuk wakafkan tanah bangun rumah bagi keluarga penyintas tersebut.
Pembelajaran di Sulawesi Tengah, Wisolo Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi. Pemerintah menyatakan wilayah mereka zona rawan terhadap bencana, wakaf tanah perkebunan sekitar dua hektar, selama dua tahun dengan membangun huntara (hunian sementara), fasilitas air dan MCK bagi sekitar 100 keluarga.
Di Palu ada sekitar 250 keluarga mendapat manfaat dari wakaf tanah untuk reservoir penampungan utama air dan MCK. Melihat berbagai contoh terebut maka hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merealisasikan wakaf pada sektor kebencanaan yakni membangun relasi dan kepercayaan, pengelolaan resiko atau masalah mulai dari awal (ahli waris, penjualan asset,) kontek pengurangan risiko bencana, pemberdayaan (termasuk pelokalan) dan pemanfaatan teknologi dan media informasi dalam kontek fungsi wakaf dalam respon kebencanaan.
Ketua Forum Wakaf Produktif Bobby P. Manullang melihat dinamika pertumbuhan wakaf di Indonesia sangat menarik, wakaf mempunyai dimensi keberlangsungan yang sangat Panjang. Mengubah mindset atau pola piker yang tertanam di masyarakat harus digalakkan, saat ini pola pikir yang terjadi di masyarakat yakni wakaf hanya untuk kalangan kaya dan bisa ditunaikan dengan bilangan besar.
"Padahal penerima manfaat bisa dinikmati semua golongan, dapat partisipasikan dari semua kalangan. Hari ini partisipasi masyarakat berwakaf cukup meningkat, terutama kalangan milenial dengan ruang digitalisasi. Ada 40 persen donator wakaf di usia 20-25 tahunan. Tentu ini peluang cukup besar dalam menggerakan wakaf dalam bidang kebencanaan,” ujar Bobby.
Wakaf harus dieratkan sebagai solusi kebencanaan, maka sangat penting dalam memberikan edukasi penghimpunan kepedulian tentang kemanusiaan, pengelolaan modeling solusi kebencanaan hingga pelaporan dengan tersistem kepercayaan dan layak. Diharapkan jika wakaf secara tunai maka kita bisa bergerak lebih luas lagi bukan sekedar lahan, masjid dan lain-lain. Seperti wakaf pada era Covid-19, Dompet Dhuafa menghadirkan RS Container Covid-19 yang difungsikan sebagai ruang isolasi, bersifat portable, ramah lingkungan, proses pembuatan cepat dan tahan lama.
Wakaf juga diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi serta kebencanaan seperti pengadaan hunian, dengan tetap terintergrasi sanitasi yang baik, wakaf juga bisa berkontribusi dalam pengadaan sumber air bersih untuk kepentingan komunal dan pengadaan sarana umum yang erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan primer seperti sekolah, pasar.
“Terkait dengan mitigasi dalam pengurangan risiko kebencanaan dengan konsep wakaf, saya lihat dalam potensi wakaf, membuat kami lebih leluasa dalam pengelolaanya. Seperti pemberdayaan, pengembangan masyarakat, kalau kita bisa memanfaatkan crowdfunding berasal dari wakaf maka keleluasaan wakafnya tentu dengan akuntabilitas, organisasi lebih leluasa dalam pengelolaannya seperti invetaris wakaf dalam penanggulangan risiko bencana. Kita memanfaat dana yang berasal dari wakaf lebih leluasa untuk pengelolaan, sehingga kita tidak bergantung pada donator asing,” ujar Herbet Berimbing.
Hari ini saya ingin jalin kolaborasi yang kuat dengan stakeholder kebencanaan dalam mengkampayekan wakaf, kita memberikan penyadaran berwakaf dalam manfaat keberlangsungan meski dalam bilangan kecil,”tutup Bobby P. Manulang.
.