Kanada Jadikan 29 Januari Hari Kenang Serangan Masjid Quebec
Warga Kanada memiliki tanggung jawab memerangi diskriminasi.
REPUBLIKA.CO.ID, QUEBEC -- Pemerintah federal di Kanada menjadikan 29 Januari sebagai hari peringatan untuk menghormati para korban serangan di masjid Kota Quebec pada 2017. Menteri Situs Warisan Kanada, Steven Guilbeault membuat pengumuman tersebut pada Kamis (28/1), sehari sebelum peringatan keempat serangan mematikan tersebut.
Serangan tersebut menewaskan enam orang dan menyebabkan 19 orang luka parah, ketika seorang pria bersenjata menyerbu Pusat Kebudayaan Islam Kota Quebece. Serangan yang mengejutkan Kanada itu kemudian menuai kecaman sebagai sebuah tindakan terorisme.
Karena itulah, hari itu secara resmi disebut sebagai Hari Peringatan Nasional Serangan Masjid Kota Quebec dan Tindakan Melawan Islamofobia. Guilbeault mengatakan, warga Kanada memiliki kewajiban mengingat para korban tersebut dan memiliki tanggung jawab memerangi diskriminasi.
"Tragedi ini mengingatkan kita akan urgensi melawan tindakan kebencian dan radikalisasi online," kata Guilbeault, dilansir di The Globe and Mail, Jumat (29/1).
Sementara itu, Dewan Nasional Muslim Kanada (NCCM), salah satu dari banyak kelompok yang telah mendesak pemerintah menetapkan hari itu, mengatakan akan berdiri sebagai pengingat akan nyawa yang hilang dan upaya membongkar kebencian dan rasialisme.
Aksi kemarahan rasialis sang penembak itu telah dipicu secara online. Hal itulah yang menjadi alasan NCCM mengadvokasi peraturan untuk menangani kebencian online sembari menghormati kebebasan sipil.
"Tetapi masih banyak yang perlu dilakukan dalam hal tindakan ini, termasuk pembongkaran 300 kelompok supremasi kulit putih yang beroperasi di Kanada," kata kepala eksekutif NCCM, Mustafa Farooq, dalam sebuah wawancara.
Pelaku penembakan masjid Quebec, Alexandre Bissonnette, akhirnya mengaku bersalah atas enam tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan enam percobaan pembunuhan. Awalnya, ia dijatuhi hukuman 40 tahun penjara tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
Namun, pada November 2020, pengadilan banding mengurangi hukumannya menjadi penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat selama 25 tahun. Setelah penembakan tersebut, perdebatan sengit meletus di Kanada tentang konsep Islamofobia.
Islamofobia umumnya dipahami sebagai ketakutan atau kebencian yang tidak rasional terhadap Muslim atau Islam yang pada gilirannya mengarah pada diskriminasi atau kekerasan. Namun, gerakan mengutuknya diambil oleh hak politik sebagai upaya membungkam kritik terhadap Islam secara lebih luas.
Persoalan itu menjadi bahan pembicaraan di partai Konservatif, yang berada di tengah perebutan kepemimpinan saat itu. Banyak yang menyuarakan penentangan terhadap mosi tersebut atas dasar kebebasan berbicara.
Sementara mosi akhirnya disahkan, yang mengarah ke dengar pendapat komite di House of Commons tentang rasialisme sistemik yang mendukung beberapa upaya pemerintah Liberal pada catatan tersebut. Sebagian besar Konservatif memberikan suara menentangnya.
Di antara mereka ialah pemimpin Konservatif saat ini, Erin O'Toole, yang juga mencalonkan diri sebagai pemimpin partai pada 2017. Dia kemudian mengatakan, isunya adalah mosi tersebut merupakan hasil permainan politik yang dimainkan oleh lawan-lawannya, dan upayanya menjangkau dan mencoba mendepolitisasi upaya tersebut ditolak.
Perdana Menteri Quebec Francois Legault menolak terlibat dalam perdebatan seputar hal itu ketika ditanya reaksinya atas penetapan hari peringatan serangan Masjid Kota Quebec tersebut. "Saya tidak ingin berdebat tentang Islamofobia. Ada orang rasialis di Quebec, ada orang yang tidak toleran, itu tidak bisa diterima," katanya.
Ia menilai penting bagi semua pihak mengingat apa yang terjadi di masjid Quebec agar hal itu tidak terjadi kembali. "Ada beberapa rasialisme di Quebec, kami harus melawan semua bentuk rasialisme di Quebec," tambahnya.