Cendekiawan Muslim AS Dorong Wajib Vaksinasi Covid-19
Vaksin memiliki potensi menghentikan penyebaran penyakit Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Vaksin Covid-19 tidak hanya diperbolehkan dalam Islam, tetapi juga wajib. Dalam sebuah dekrit yang dikeluarkan oleh Majelis Ahli Hukum Muslim Amerika (AJMA), disebutkan vaksin memiliki potensi menghentikan penyebaran penyakit yang sangat berbahaya.
Lingkaran Islam Amerika Utara (ICNA) mengadakan seminar, Sabtu (30/1). Dalam pertemuan ini, dihasilkan kesimpulan tidak ada batasan agama dalam penggunaan vaksin, karena dimaksudkan menahan penyebaran virus mematikan.
Dilansir di Dawn, Senin (1/2), para cendekiawan dan dokter yang berpartisipasi dalam seminar mencatat, penyakit virus Covid-19 telah membunuh lebih dari 2,22 juta orang di seluruh dunia. Tak hanya itu, tercatat lebih dari 102 juta orang telah terinfeksi virus ini.
“Berdasarkan hal tersebut dan karena sifat bahaya yang dihadapi dunia, risiko yang didalilkan tidak cukup untuk membuat vaksin tidak diizinkan. Paling tidak, vaksin ini telah diresepkan dan diizinkan untuk diterima individu," tulis AJMA dalam dekritnya.
Tak hanya itu, dalam dekrit yang sama, ditulis otoritas kesehatan masyarakat mengemban tugas untuk menyediakan vaksin bagi masyarakat. Keberadaan vaksin membawa keuntungan dan perlindungan bagi manusia.
Baca juga : Joe Biden Terima Pengarahan Soal Kudeta Militer Myanmar
AJMA, yang menjadi wadah cendekiawan Islam dari berbagai negara Muslim, mencatat satu-satunya cara menghentikan pandemi ini adalah mencapai kekebalan kelompok. Untuk mencapai kondisi ini, harus sekitar 70 persen masyarakat memiliki kekebalan.
Dekrit tersebut juga menjelaskan, untuk mencapai tingkat kekebalan ini dapat dicapai melalui salah satu dari dua cara. Dua cara yang dimaksud adalah membiarkan infeksi menyebar tanpa membatasinya atau memvaksinasi orang untuk melawan virus.
"Cara yang pertama tidak sesuai dengan syariah karena membahayakan nyawa orang terutama yang lemah. Cara ini langsung berbenturan dengan ajaran Islam yang menyelamatkan seluruh nyawa manusia," tulis dekrit dari AJMA.
Cara kedua, menggunakan vaksinasi, disebut sangat sesuai dengan syariat dan nalar. Penggunaan obat yang diizinkan untuk mengusir atau mencegah penyakit adalah masalah konsensus di antara orang-orang yang memiliki pengetahuan.
Di berbagai belahan dunia, terjadi perdebatan apakah vaksin ini wajib atau tidak. Maka, dekrit ini akan dinaikkan ke tingkat berikutnya, dengan alasan vaksin Covid-19 tidak hanya diizinkan, tetapi juga wajib.
"Berbagai majelis fiqh telah membahas hal ini secara detil. Salah satu kasus yang mewajibkan minum obat adalah ketika penyakitnya bisa merugikan orang lain. "Ini berlaku untuk kasus Covid-19, yang sangat menular," lanjutnya.
Dalam putusannya baru-baru ini, Dewan Fatwa Uni Emirat Arab (UEA) juga menyimpulkan jika vaksin itu halal. Dengan demikian, para ulama UEA juga menolak argumen yang menyebut beberapa vaksin mengandung gelatin dan karena itu bersifat haram.
Cendekiawan yang tergabung dalam dewan fakta itu juga berpendapat zat yang digunakan dalam beberapa suntikan adalah obat, bukan bahan makanan. Kebutuhan untuk menyelamatkan hidup mengesampingkan ketaatan agama yang normal, seperti larangan atas daging babi.