Polisi Rusia Tahan Ribuan Demonstran Pendukung Navalny

Lebih dari 5.000 pendukung Alexei Navalny ditangkap polisi Rusia

Martin Shipenkov/EPA
Masyarakat Rusia mendukung pembebasan pemimpin oposisi pemerintah Alexei Navalny.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Polisi anti-huru hara membubarkan aksi protes yang menuntut pembebasan kritikus Kremlin Alexei Navalny pada Ahad (31/1). Polisi menahan lebih dari 5.000 orang yang melakukan perlawanan. 

Baca Juga


Dalam aksi protes besar-besaran tersebut, polisi memberlakukan pengamanan yang sangat ketat di jantung kota Moskow. Polisi menutup sejumlah ruas jalan di dekat Kremlin, menutup stasiun metro dan mengerahkan ratusan polisi anti huru hara. 

Polisi mengatakan, para pengunjuk rasa dapat menghadapi tuntutan pidana karena menyerukan aksi demonstrasi tanpa izin. Selain itu, polisi memperingatkan bahwa mereka dapat menyebarkan virus korona. Sekutu Navalny menggunakan media sosial untuk mengubah lokasi unjuk rasa berulang kali. Mereka menyebarkan kerumunan di berbagai bagian Moskow dan mempersulit polisi untuk membubarkannya.

Di St Petersburg dan Moskow, polisi menggunakan kekerasan untuk menahan pengunjuk rasa. Polisi terlihat menggunakan alat kejut listrik. Seorang pengunjuk rasa kepalanya tampak berlumuran darah dan diperban. Menurut OVD-Info, setidaknya 5.021 orang ditahan termasuk 1.608 di Moskow. Istri Alexei Navalny, Yulia Navalnaya termasuk di antara mereka yang ikut ditahan, namun tak lama kemudian dibebaskan. 

Pengunjuk rasa melakukan long march menuju penjara di Moskow utara tempat Navalny ditahan. Salah seorang pengunjuk rasa, Yulia yang berasal dari Moskow mengatakan, dia tetap memutuskan untuk ikut ambil bagian dalam aksi protes meskipun pada malam harinya mengalami serangan panik. 

“Saya mengerti bahwa saya hidup dalam keadaan tanpa hukum sama sekali. Di negara polisi, tanpa pengadilan independen. Di negara yang dikuasai korupsi. Saya ingin hidup berbeda," kata Yulia.

Di kota paling timur Vladivostok, rekaman video menunjukkan pengunjuk rasa meneriakkan "Putin adalah pencuri" saat mereka bergandengan tangan dan berbaris dalam suhu sekitar -13 Celcius (8,6 Fahrenheit). Menurut OVD-Info polisi menahan lebih dari 120 orang di kota itu. 

 

Alexei Navalny ditangkap pada 17 Januari setelah kembali ke Moskow dari Jerman. Dia berada di Jerman untuk menjalani perawatan medis akibat insiden peracunan zat saraf yang hampir membunuhnya pada tahun lalu. Navalny menuding Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan pembunuhan terhadap dirinya. Namun tudingan itu dibantah oleh Kremlin. 

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengutuk penggunaan kekerasan oleh polisi terhadap pengunjuk rasa di Moskow. Blinken menyerukan kepada pemerintah Rusia agar mereka membebaskan Navalny. 

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia menuduh AS munafik dan ikut campur dalam urusan dalam negerinya. Menurut Rusia, AS berupaya mendorong aksi protes sebagai bagian dari strategi untuk menjatuhkan Moskow.

"Semua orang tahu betul apa yang dilakukan Amerika Serikat dalam kasus-kasus itu - mereka melepaskan tembakan untuk membunuh," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler