Pengajuan Restrukturisasi Kredit Bisa Berulang, Ini Kata OJK
Kredit berulang pada sektor pengungkit ekonomi untuk mempercepat pemulihan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan alasan pengajuan keringanan cicilan atau restrukturisasi kredit bisa dilakukan secara berulang. Hal ini untuk meringankan beban para debitur yang belum pulih dari dampak pandemi sekaligus mendorong percepatan pemulihan ekonomi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan restrukturisasi kredit bisa dilakukan secara berulang selama periode relaksasi hingga Maret 2022.
“Saat ini kredit perbankan yang direstrukturisasi oleh 101 bank senilai Rp 971 triliun dengan nasabah mencapai 7,6 juta debitur per 4 Januari 2021,” ujarnya saat konferensi pers, Senin (1/2) malam.
Adapun para debitur terdiri dari pelaku UMKM sebanyak 5,8 juta debitur dengan nilai Rp 386,6 triliun dan non-UMKM mencapai 1,76 juta debitur dengan nilai Rp 584,4 triliun. Sedangkan per 25 Januari 2021, perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi senilai Rp 191,58 triliun dari lima juta kontrak pembiayaan yang disetujui.
“OJK ingin agar pemulihan bisa lebih cepat. Kami dorong agar prioritas dalam kebijakan kita ini terkonsentrasi dan terukur untuk kredit yang bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Wimboh menjelaskan stabilitas sistem keuangan hingga Desember 2020 tetap stabil dengan rasio permodalan yang masih kuat mencapai 23,84 persen. Selain itu, lanjut dia, tingkat likuiditas perbankan juga masih berlimpah dan tidak ada masalah serta rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga mencapai 3,06 persen.
“Semua memberikan keyakinan sektor keuangan bisa bertahan pada masa pandemi,” ucapnya.
OJK, lanjut dia, juga menurunkan bobot risiko untuk kredit pembiayaan properti dan kendaraan bermotor misalnya dari 100 akan diturunkan menjadi lebih rendah. Namun, Wimboh belum memberikan detailnya dan akan disampaikan dalam kesempatan terpisah.
“Kami juga melakukan penyesuaian batas maksimum pemberian kredit dan penurunan bobot risiko kredit untuk sektor kesehatan,” ucapnya.
Ke depan otoritas akan mempercepat akses pembiayaan khususnya bagi pelaku UMKM dengan perluasan ekonomi digital dari hulu ke hilir termasuk lembaga keuangan mikro dan BPR. Dari sisi lain, OJK akan memberikan status sovereign bagi Lembaga Pengelola Investasi (LPI) agar memberikan keleluasaan lebih luas kepada LPI apabila memerlukan transaksi sektor keuangan.