Negara-Negara Maju G7 Kecam Kudeta Militer Myanmar
G7 prihatin atas nasib Aung San Suu Kyi dan politisi sipil lain yang ditahan militer
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Negara-negara maju yang tergabung dalam Group of Seven (G7) kecam kudeta militer di Myanmar. Kelompok itu juga mengungkapkan keprihatinan mereka pada nasib Aung San Suu Kyi dan politisi sipil lain yang masih ditahan.
"Kami, Menteri Luar Negeri G7, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat dan Perwakilan Uni Eropa bersatu mengecam kudeta di Myanmar," kata G7 dalam pernyataannya, Rabu (3/2).
"Kami sangat khawatir dengan penahanan pemimpin-pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil, termasuk State Counsellor Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan media yang menjadi target," kata G7.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS mengatakan akan meninjau ulang bantuan ke Myanmar. Pertimbangkan tersebut diambil setelah pengambilalihan kekuasaan oleh militer di negara Asia itu pekan ini.
Juru bicara Departemen Luar Negeri, Ned Price, mengatakan AS memberikan hampir 135 juta dolar AS bantuan bilateral kepada Myanmar pada 2020. Hanya sebagian kecil total bantuan tersebut yang langsung diberikan kepada pemerintah.
Meski begitu, para pejabat sedang meninjau bantuan itu. Namun, bantuan kemanusiaan, termasuk untuk minoritas Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan di Myanmar dan program-program yang mempromosikan demokrasi atau menguntungkan masyarakat sipil akan terus berlanjut.