Pemimpin Taiwan Ucapkan Selamat Imlek ke China, Tapi ....
Tsai menegaskan sikap China yang tak akan tunduk atas tekanan China.
REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru Imlek untuk China pada Selasa (9/2). Namun ia tetap menegaskan bahwa Taiwan tidak akan tunduk atas tekanan pemerintah pusat China.
"Kami ingin pula menyampaikan selamat tahun baru untuk rakyat di sisi lain selat, dan semoga dapat bersama menjunjung perdamaian dan stabilitas di kedua daratan sisi selat," kata Tsai.
China, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, belakangan ini meningkatkan aktivitas militer di sekitar wilayah pulau itu sebagai respons atas apa disebutnya sebagai "persekongkolan" antara Taiwan dengan Amerika Serikat.
Berbicara usai rapat dengan para pejabat senior keamanan, Tsai menyebut Taiwan telah melakukan kontak yang erat dengan "negara-negara terkait" mengenai situasi di Selat Taiwan, perairan yang memisahkan daratan Taiwan dan China.
Menurut Tsai, pesawat militer dan kapal perang China yang beroperasi di sekitar Taiwan tidak memunculkan situasi kondusif bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. "Saya ingin menegaskan bahwa sikap konsisten Taiwan terhadap hubungan lintas selat, merujuk pada hubungan China-Taiwan, bukanlah tunduk pada tekanan dan bukan juga maju terburu-buru ketika kami mendapatkan dukungan," kata Tsai.
Taiwan menginginkan diskusi yang bermakna dengan China berdasarkan kesetaraan dan saling menghormati. "Selama Beijing juga mau membuka kebuntuan," kata dia menambahkan.
Perdamaian lintas selat bukan isu unilateral bagi Taiwan. Kuncinya, kata Tsai, berada di tangan China. Pengalaman historis membuktikan bahwa serangan secara verbal dan ancaman militer terhadap Taiwan tidak akan membantu dalam hubungan lintas selat.
Kantor Pemerintah China untuk Urusan Taiwan, lagi-lagi, menolak upaya Tsai tersebut, dengan menyebut bahwa otoritas Taiwan "membelokkan fakta" dan berkolusi dengan kekuatan asing untuk mencari kemerdekaan. "Situasi berat belakangan ini dalam hubungan lintas selat seluruhnya disebabkan oleh otoritas Partai Progresif Demokrat," kata kantor tersebut, merujuk pada partai berkuasa di Taiwan.