Sri Lanka akan Cabut Kebijakan Kremasi Jenazah Covid-19
Sri Lanka menyebut penguburan korban Covid-19 bisa memicu pencemaran virus di tanah
REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka akan mengizinkan penguburan jenazah korban Covid-19, kata perdana menteri negara itu pada Rabu (10/2), setelah berbulan-bulan mendapat protes atas larangan tersebut.
Menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh anggota parlemen Saidulla Marikkar, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa mengatakan di parlemen bahwa jenazah korban virus corona akan diizinkan untuk dikuburkan, menurut laporan situs berita ColomboPage.
Pada Maret tahun lalu, Kementerian Kesehatan Sri Lanka menyebut penguburan para korban infeksi Covid-19 bisa memicu penyebaran virus di dalam tanah. Semua jenazah korban wabah itu akan dikremasi tanpa memandang agama dan etnis mereka.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan bahwa kremasi adalah "masalah pilihan budaya" dari setiap masyarakat.
"Ini adalah mitos umum bahwa orang yang meninggal karena penyakit menular harus dikremasi, tetapi ini tidak benar," ungkap WHO.
LSM dan kelompok minoritas di Sri Lanka mengajukan petisi ke Mahkamah Agung untuk memohon penghentian kremasi jenazah Muslim. Namun, pengadilan malah menolak semua petisi tersebut.
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, yang akan mengunjungi Sri Lanka akhir bulan ini, menyambut baik pencabutan larangan tersebut menjelang pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang dimulai pada 15 Februari.
"Kami menyambut baik kepastian dari Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa di Parlemen Sri Lanka hari ini yang mengizinkan Muslim untuk menguburkan warga yang meninggal karena Covid-19," kata Khan di Twitter pada Rabu.
Sejak awal pandemi, Sri Lanka melaporkan 71.211 kasus virus corona, termasuk 370 kematian dan 65.053 orang yang pulih, menurut data yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins Amerika Serikat.