Jika Vaksinasi Lambat, Kredit Diprediksi Kontraksi 5 Persen
Vaksinasi lambat menandakan pandemi Covid-19 belum bisa ditangani dengan tuntas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan mengalami kontraksi lima persen apabila program vaksinasi Covid-19 berjalan lambat. Sebab, jika vaksinasi lambat, menandakan pandemi Covid-19 belum bisa ditangani dengan tuntas.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiana mengatakan, kondisi tersebut bisa memengaruhi perekonomian yang juga berdampak pada permintaan kredit.
"Kalau vaksinasi berjalan lambat, kemudian pandemi berlanjut tanpa bisa kita rem maka perkembangannya permintaan kredit masih lesu, barangkali itu (kredit) akan terkoreksi menjadi lima persen," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (11/2).
Menurutnya, pada tahun ini pelaku perbankan optimistis penyaluran kredit tumbuh 7,13 persen berdasarkan Rencana Bisnis Bank (RBB). Sedangkan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit pada kisaran tujuh persen sampai sembilan persen.
"Ini juga tergantung bagaimana kita menangani Covid-19 dan menumbuhkan demand kredit. Hal ini juga tergantung bagaimana perbankan merespons dan demand kredit seluruhnya bisa muncul dan perbankan bisa mengambil peran di sana,” ucapnya.
Namun, lanjutnya, apabila vaksinasi Covid-19 berjalan efektif, sehingga pemulihan ekonomi bisa terjadi pada kuartal satu 2021, maka dia memperkirakan pertumbuhan kredit bisa mencapai tujuh persen sampai sembilan persen.
“OJK mematok pertumbuhan kredit tahun ini sebesar 7,5 persen. Saya optimistis vaksinasi berjalan baik. Demand (permintaan) juga sudah diupayakan bisa tumbuh. Saya yakin benar pertumbuhan kredit bisa tujuh persen sampai delapan persen pada 2021," ucapnya.
Berdasarkan data OJK, sepanjang 2020 kredit perbankan nasional terkontraksi minus 2,41 persen. Namun demikian, kredit Bank BUMN masih tumbuh 0,63 persen dan BPD tumbuh 5,22 persen, serta Bank Syariah tumbuh 9,50 persen.
Heru juga mengungkap penyebab turunnya laba perbankan sepanjang 2020. Menurut dia, lesunya laba bank umum disebabkan program restrukturisasi kredit sebagai bentuk keringanan kepada debitur terdampak Covid-19.
"Profitabilitas sedikit menurun karena dampak restrukturisasi kredit yang dilakukan bank kita," ucapnya.
OJK mencatat, per 4 Januari 2020 total restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 971,1 triliun kepada 7,5 juta debitur, terdiri atas Rp 584,45 triliun diberikan kepada debitur non-UMKM sebanyak 1.763.634 orang dan sisanya Rp 386,63 triliun kepada debitur UMKM sebanyak 5.808.406 orang.