Kenali Ciri-Ciri Stunting dan Penyebabnya

Masyarakat harus mengetahui definisi stunting.

Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjawab pertanyaan wartawan Republika saat wawancara khusus di kantor BKKBN, Jakarta, Rabu (17/6). Dalam wawancara tersebut membahas tentang rencana pemasangan satu juta akseptor pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2020 serta target Total Fertility Rate (TFR) yang mencapai 2,1 persen pada tahun 2024
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, masyarakat harus mengetahui definisi stunting.


"Tidak semua orang pendek itu stunting atau tidak semua balita pendek itu stunting, tetapi balita, bayi yang stunting, itu memang pendek," katanya, dalam keterangan persnya, Rabu (17/2). 

Dijelaskan Hasto, stunting adalah terganggunya pertumbuhan bayi baik secara fisik maupun perkembangan intelektualnya. Hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama karena asupan nutrisi dan gizi yang kurang.

"Kedua, karena penyakit yang kadang-kadang bayi atau balita ini sakit berulang kali," tuturnya. 

Jadi, kata Hasto, bayi stunting memiliki gejala ukuran tubuh pendek disertai dengan keterlambatan perkembangan dan kecerdasannya.

"Ada ukuran-ukurannya. Misalnya, responsnya bayi mungkin kalau anak satu tahun seharusnya sudah bisa apa, tapi ini belum bisa. Respons-respons terhadap lingkungan seperti apa, ini bisa diukur dan itu ada indikatornya," katanya. 

 

Dikatakan Hasto, impian bangsa ini yang memiliki jumlah penduduk besar, lebih dari 260 juta jiwa adalah memiliki sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkualitas. Faktanya, kasus stunting atau kekerdilan pada bayi di Indonesia cukup tinggi, mencapai kisaran 27,6 persen.

Artinya dari sekitar lima juta bayi lahir setiap tahun, hampir 1,2 juta bayi mengalami stunting.

 

"Oleh karena itu, inilah pentingnya penduduk kita harus berkualitas dan harus tidak stunting. Kita paham bonus demografi itu puncaknya antara 2020-2035 nanti sehingga ketika pas puncak bonus demografi, kita harus punya SDM unggul sehingga generasi emas kita untuk tahun 2045 itu bisa tercapai, tetapi bersamaan dengan itu, stunting kita tinggi," katanya.

Karena itu, menurutnya, hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama dan diperlukan kerja keras untuk menurunkan kasus stunting.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler