Sepanjang 2020, Laba Bersih BTPN Turun Jadi Rp 1,75 Triliun

Penurunan laba bersih disebabkan oleh peningkatan beban pencadangan yang agresif.

Antara
Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN)
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PT Bank BTPN Tbk mencetak laba bersih sebesar Rp 1,75 triliun sepanjang 2020. Adapun perolehan laba bersih turun 32,5 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. 

Baca Juga


Direktur Utama BTPN Ongki Wanadjati Dana mengatakan kinerja perusahaan tergolong cukup terjaga selama masa pandemi tahun lalu yang dipenuhi ketidakpastian ekonomi global dan dalam negeri akibat hantaman pandemi Covid-19. 

“Perusahaan berupaya memitigasi dampak dan risiko dengan cara memberikan pinjaman secara selektif, melakukan restrukturisasi dan manajemen biaya kredit, secara proaktif mengelola non performing loan (NPL), mengurangi biaya dana, aktif mengelola likuiditas dan pendanaan serta meningkatkan efektivitas operasional secara berkesinambungan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (26/2).

Ongki menjelaskan penurunan laba bersih disebabkan oleh peningkatan beban pencadangan yang agresif pada tahun lalu. Melemahnya sektor perekonomian akibat Covid-19 dan dampaknya terhadap debitur perbankan menyebabkan BTPN perlu menyiapkan biaya pencadangan kredit sebesar Rp 2,8 triliun. 

“Perusahaan juga berupaya mendukung debitur terdampak dengan melakukan penurunan suku bunga dan restrukturisasi kredit, sehingga berdampak pula pada penurunan pendapatan bunga bank. Net interest income turun tiga persen menjadi Rp 10,6 triliun. Biaya operasi dapat dijaga dengan baik, turun sebesar tiga persen,” jelasnya.

Ongki menyampaikan pandemi berdampak pada perlambatan penyaluran kredit industri perbankan. OJK mencatat terjadi penurunan rata-rata industri sebesar 2,4 persen pada akhir 2020. 

 

“Covid-19 juga berdampak pada penyaluran kredit BTPN, terutama pada segmen mikro, small and medium enterprises (SME), komersial, pembiayaan konsumen dan syariah,” ucapnya.

Menurutnya perlambatan kredit juga disebabkan karena pelemahan aktivitas bisnis dan repayment kredit yang lebih tinggi dibandingkan pemberian fasilitas kredit baru sehingga pada akhir kuartal empat 2020, total kredit BTPN turun sebesar empat persen menjadi Rp 136,2 triliun. 

Namun segmen korporasi masih mencatat pertumbuhan sebesar empat persen menjadi Rp 78,7 triliun. Perusahaan melakukan upaya-upaya restrukturisasi pada portofolio yang terdampak langsung oleh pandemi Covid-19. 

“Hingga akhir Desember 2020 akumulasi total nilai kredit yang disetujui untuk mendapat restrukturisasi kredit  sebesar Rp 13,2 triliun atau sekitar 9,7 persen dari keseluruhan portofolio kredit konsolidasi,” ucapnya.

Tercatat kualitas kredit BTPN terjaga baik, seperti tercermin dari NPL gross yang berada level 1,21 persen pada akhir Desember 2020. Angka ini masih relatif rendah dibandingkan NPL industri perbankan pada akhir Desember 2020 sebesar 3,06 persen. 

Di samping itu, perusahaan menghimpun pendanaan sejumlah Rp 145,5 triliun sampai dengan akhir Desember 2020. Adapun total dana pihak ketiga (DPK) meningkat sebesar 16 persen menjadi Rp 100,8 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu. Saldo CASA meningkat sebesar 14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

“Upaya menghimpun dana pihak ketiga dilakukan sejalan dengan upaya menekan biaya dana seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Pertumbuhan dana pihak ketiga tidak lepas dari tingginya tingkat kepercayaan nasabah serta kuatnya pondasi bisnis BTPN,” ucapnya.

Adapun rasio likuiditas dan pendanaan berada di tingkat yang sehat, liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 281,70 persen sedangkan net stable funding ratio (NSFR) 115,14 persen pada posisi 31 Desember 2020. Perusahaan mencatat pertumbuhan aset sebesar satu persen, dari Rp 181,6 triliun menjadi Rp 183,2 triliun, dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) 25,6 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler