Nurdin Terima Suap Infrastruktur, Jatam Singgung Reklamasi

Jatam singgung proyek Nurdin terkait Makassar New Port dan ada nama Sunny Tanuwidjaja

Prayogi/Republika.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek infrastruktur di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/2).
Rep: Dian Fath Risalah/Antara/Erik PP Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka kaus suap pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel. Nurdin terkena operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Makassar, Jumat (26/2) malam menjelang dini hari Nurdin pun dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

Sebagai penerima suap, yakni Nurdin dan Sekretaris Dinas PUPR Sulsel Edy Rahmat. Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto.

Ketua KPK Komjen Firli Bahuri mengatakan, Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Agung. Tak hanya suap, Nurdin juga diduga menerima gratifikasi dengan total nilai Rp 3,4 miliar. "AS (Agung) pada 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp 2 miliar kepada NA (Nurdin) melalui ER (Edy),\ ujar Firli di gedung KPK, Jakarta Selatan, Ahad (28/2) dini hari WIB.

"Dugaan korupsi terkait penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi oleh penyelenggara negara atau pihak yang mewakilinya terkait dengan perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintahan Provinsi Sulsel tahun 2020-2021," kata Firli menambahkan.

Firli menjelaskan, Nurdin menerima suap Rp 2 miliar dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto sebagai imbalan atas keluarnya izin proyek pekerjaan infrastruktur pada 26 Februari 2020. Uang tersebut diterima melalui Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel.


Menurut Firli, Edy merupakan orang kepercayaan Nurdin. Karena itu, komunikasi antara Agung dan Nurdin sebagai jatah imbalan proyek melalui Edy. "Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 27 Februari 2021 sampai dengan 18 Maret 2021," kata Firli.

Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan, penangkapan Gubernur Nurdin oleh KPK menjawab sejumlah dugaan dari warga di Pulau Kodingareng dan Koalisi Selamatkan Pesisir, serta Koalisi Selamatkan Laut Indonesia.

Sejumlah dugaan itu, menurut Koordinator Jatam Merah Johansyah, terkait dengan keterlibatan Nurdin dan sejumlah orang-orang terdekatnya dalam memuluskan operasi tambang pasir laut di Pulau Kodingareng dan proyek strategis nasional Makassar New Port (MNP).

Sebagaimana diketahui, terdapat 15 izin usaha pertambangan di wilayah tangkap nelayan Kodingareng yang mendapat izin dari Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Dari 14 IUP itu, empat perusahaan di antaranya bersatus operasi produksi, antara lain PT Banteng Laut Indonesia, PT Alefu Karya Makmur, PT Nugraha Indonesia Timur, dan PT Berkah Bumi Utama.

"Dari empat perusahaan di atas, dua perusahaan, yakni PT Banteng Laut Indonesia dan PT Alefu Karya Makmur ditetapkan sebagai pemenang tender untuk penyediaan pasir laut bagi proyek reklamasi Makassar New Port," kata Merah dalam siaran pers, Ahad.

Menurut Merah, perusahaan pemenang tender itu ditentukan oleh PT Pelindo IV, dan kuat dugaan terdapat pengaruh dari Gubernur Nurdin. Dugaan ini beralasan, kata dia, sebab, pemilik, pemegang saham, dan pengurus dari PT Banteng Laut Indonesia adalah orang-orang terdekat sang gubernur.

"Akbar Nugraha (Direktur Utama), Abil Iksan (Direktur), dan Fahmi Islami (Pemegang Saham) PT Banteng Laut Indonesia merupakan mantan tim pemenangan pasangan Nurdin Abdullah–Sudirman Sulaiman pada Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan pada 2018 lalu. Saat itu, pasangan Nurdin–Sulaiman diusung Partai PDI Perjuangan, PAN, dan PKS, serta didukung PSI," kata Merah.

Dia menyebut, dalam kaitan dengan proyek reklamasi Makassar New Port, Nurdin diduga mengambil keuntungan proyek strategis nasional itu, melalui perusahaan koleganya, PT Banteng Laut Indonesia. Adapun Komisaris Utama PT Banteng Laut Indonesia adalah Sunny Tanuwidjaja.

Sunny adalah mantan staf khusus era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan sekretaris dewan pembina Partai Solidaristas Indonesia (PSI).

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler