Kiai Cholil Jelaskan Mudharatnya Investasi Miras
Menurutnya, miras adalah persoalan kebangsaan dan masa depan bangsa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis menanggapi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menetapkan Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Bali sebagai wilayah tempat minuman keras (miras) alias minuman beralkohol boleh diproduksi secara terbuka.
Kiai Cholil mengatakan, berkenaan dengan miras, kalau bicara hasil investasi miras pasti ada dan manfaatnya juga ada. Tapi mari lihat bersama mudharatnya atau kerugian dan bahayanya miras.
"Jadi (penjualan miras) mendapat hasil sedikit, tapi mudharatnya lebih besar, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) mencatat tahun 2014 lebih dari tiga juta orang yang mati karena miras, itu (korban) Covid-19 sekarang tidak sampai segitu," kata Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Ahad (28/2).
Ia mengatakan, angka kriminal juga lebih banyak terjadi karena mengonsumsi miras. Jadi hasil yang didapatkan dari menjual miras oleh negara itu tidak cukup untuk memulihkan dampak buruk miras.
Ia juga menegaskan, bagaimana bangsa Indonesia bisa maju kalau otaknya diracuni oleh miras. Oleh karena itu persoalan miras bukan hanya persoalan Muslim semata, miras ini persoalan kebangsaan dan masa depan bangsa.
Baca juga : Legislator: Investasi Miras Rusak Tatanan Sosial
"Memang banyak potensi di negeri ini, banyak kekayaan di negeri ini, tetapi kita harus bijak, marilah cari potensi yang lebih baik, baik dalam pandangan kebangsaan dan keagamaan," ujarnya.
Kiai Cholil mengatakan, oleh karena itu sudah tepat Papua menolak Perpres yang menetapkan Papua sebagai wilayah tempat miras boleh diproduksi secara terbuka. Penolakan itu sudah sesuai dengan kodrat kemanusiaan.
Ia menegaskan, tentu para pendidik tidak mau meracuni kadernya untuk masa depan. Oleh karena itu sependapat dengan saudara sebangsa dan setanah air serta saudara sesama umat manusia untuk menolak investasi miras.
"Karena bedanya manusia dengan yang lain itu adalah pada tingkat intelektualnya dan (caranya) memelihara kemanusiaan, karena bedanya manusia dengan hewan itu ada pada akalnya," jelas Kiai Cholil.
Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua (MRP), MUI Papua, dan MUI Papua Barat menolak Perpres yang menetapkan Papua sebagai wilayah tempat miras boleh diproduksi secara terbuka. Sebab miras telah banyak memakan korban jiwa di Papua dan miras menjadi sumber masalah di Papua.
Belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang industri tertutup.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per 2 Februari 2021.
Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.