Angka Prevalansi Stunting di Jabar Masih 31,06 Persen

Target angka prevalensi stunting Jawa Barat menjadi 14,02 persen pada 2024

Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Angka prevalensi stunting Jawa Barat (Jabar) hingga saat ini masih menunjukkan angka sebesar 31,06 persen. (ilustrasi)
Rep: Arie Lukihardianti Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Angka prevalensi stunting Jawa Barat (Jabar) hingga saat ini masih menunjukkan angka sebesar 31,06 persen. Menurut Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana, kondisi ini merupakan tantangan bagi seluruh unsur pentahelix pembangunan di Jawa Barat untuk mencapai target angka prevalensi stunting menjadi 14,02 persen pada 2024.

Kusmana mengatakan, BKKBN Jawa Barat akan bekerja sama dengan seluruh sektor yang ada di Jawa Barat dan Kabupaten/Kota untuk menyukseskan program Bangga Kencana pada masa pandemi Covid-19 secara konkret. Yakni, dengan kolaboratif, integratif, dan komprehensif.

"Ada empat strategi utama yang akan dilakukan untuk meningkatkan capaian program Bangga Kencana di Jawa Barat sepanjang 2021," ujar Kusmana, Senin (1/3).

Pertama, kata dia,  pendataan Keluarga (PK) yang akan dilangsungkan pada 1 April - 31 Mei 2021. Pendataan ini sebagai salah satu upaya menghadirkan satu data keluarga Indonesia dengan cara sensus terhadap 14.503.776 kepala keluarga di Jawa Barat.

Data tersebut, kata dia, diharapkan menjadi evidenced based policy yang bisa dimanfaatkan secara luas bagi sektor-sektor lain seperti ekonomi, politik, sosial, pendidikan, lingkungan, kesehatan, ketahanan pangan serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Kedua, kata dia, menggelorakan sosialisasi program Bangga Kencana bersama mitra kerja. Ketiga, penguatan pelaksanaan program Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) untuk pemulihan ekonomi masyarakat.

"Saat ini tercatat sudah mencapai 2.588 Kampung KB yang tersebar di 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat," katanya.

Keempat, kata dia, pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2021 BKKBN. DAK diharapkan berkontribusi pada penurunan kematian ibu dan stunting melalui penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja dan penguatan pengasuhan 1000 Hari Pertama Kelahiran.

Menurutnya, belum lama ini pihaknya menggelar Rakerda dengan tujuan meningkatkan sinergitas dan komitmen para pemangku kepentingan dan mitra kerja dalam peningkatan penggerakkan program Bangga Kencana di Jawa Barat.

Rakerda juga, kata dia, diharapkan menjadi momentum refleksi sekaligus menumbuhkan harapan dan keyakinan bahwa keluarga-keluarga Jawa Barat dapat melewati tantangan pandemi COVID-19, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan di seluruh lapisan masyarakat yang diawali dari keluarga.

“Saat ini struktur penduduk Jawa Barat menunjukkan surplus penduduk usia produktif sebesar 70,68 persen. Angka tersebut merupakan aset bagi pembangunan Jawa Barat, dengan catatan bahwa mereka adalah orang-orang yang berkualitas dan produktif dalam mewujudkan Jawa Barat Juara Lahir Batin,” papar Kusmana.

Sementara itu, dalam sambutannya yang disampaikan melalui telekonferensi, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengapresiasi kinerja BKKBN Jawa Barat dan seluruh pemangku kepentingan lainnya yang telah mencatatkan capaian keren dalam beberapa tahun terakhir. Capaian luar biasa ini ditandai dengan menurunnya laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara signifikan dari 1,89 persen pada Sensus Penduduk (SP) 2010 menjadi 1,11 persen pada SP 2020.

Capaian tersebut jauh lebih progressif dari nasional yang berhasil menurunkan LPP dari 1,49 menjadi 1,25 persen. Ini merupakan kabar baik karena menjadi keberhasilan bagi kita. Komposisi penduduk usia produktif juga sangat tinggi.

"Hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa kita akan memasuki periode bonus demografi lebih awal. Saat ini sudah mulai berjalan. Karena itu, sekarang saatnya kita fokus pada peningkatan kualitas penduduk,” kata Hasto.

Menyinggung tugas baru sebagai lokomotif penanggulangan stunting di Indonesia,  Hasto mengungkapkan pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi yang lebih menekankan pada pendekatan hulu. Bila sebelumnya upaya penanggulangan bersifat parsial dan reaktif, ke depan didesain sebagai pelayanan terpadu dan berkelanjutan. Hasto menegaskan, penanggulangan stunting tidak bisa dilakukan hanya di hilir. Butuh sentuhan holistik untuk menghindari stunting, dari hulu hingga hilir sekaligus.

Selama ini, sambung Hasto, penanganan stunting berlangsung sektoral dan berbasis kegiatan di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian. Fokus jangkauan pelayanan terbatas (narrow targeting) pada anak stunting. Dalam paradigma ini, penanggulangan stunting lebih terkesan reaktif atau merespons masalah aktual.

Ke depan, kata dia, paradigma yang dibangun adalah mendorong terjadinya percepatan atau akselerasi melalui lima kerangka. Pertama, pelayanan terpadu dan berkelanjutan (one stop services). Kedua, menjangkau seluruh keluarga yang berpotensi maupun mengalami masalah anak stunting (universal approach) dan inklusif, meliputi sosial, ekonomi, maupun geografis.


Baca Juga


Ketiga, kata dia, sistem dan program yang melembaga dan profesional. Keempat, mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Kelima, berdasarkan peraturan presiden (Perpres) atau instruksi presiden (Inpres). Lima poin tersebut menunjukkan adanya perubahan paradigma fundamental berupa platform percepatan dan pendekatan hulu, yaitu keluarga.

“Harus kita akui tren prevalensi stunting di Indonesia menunjukkan pergerakan lambat, dengan rata-rata penurunan tahunan hanya 0,3 persen," katanya.

Menurutnya, sampai 2019 lalu, prevalensi stunting di Indonesia masih 27,7 persen. Pada periode RPJMN 2020-2024 ini pemerintah menargetkan penurunan stunting menjadi 14 persen atau terjadi penurunan 2,5 persen per tahun. "Untuk mencapai target tersebut memerlukan platform percepatan. Ini yang kemudian menjadi tugas BKKBN,” kata Hasto.

Sementara menurut Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Jawa Barat Idam Rahmat, pihaknya siap menindaklanjuti keputusan pemerintah dalam penanggulangan stunting. Saat ini pihaknya masih menunggu regulasi teknis yang akan mengatur tata kerja dan koordinasi antara permintah provinsi dengan BKKBN sebagai ketua pelaksana penanggulangan stunting nasional.

“Tentu kamu akan menyesuaikan dengan pemerintah pusat. Kami masih menunggu arahan lanjutan dari Kementerian Dalam Negeri sebagai lembaga induk yang mengatur tata kelola pemerintahan di daerah," kata  Idam seraya mengatakan meski begitu, selama ini upaya penanggulangan stunting di Jawa Barat sudah berlangsung melalui kelompok kerja yang dibentuk oleh Gubernur.




Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler