6 Alasan di Balik Keruntuhan Kesultanan Ottoman

Ottoman runtuh pada pada 3 Maret 1924.

google.com
6 Alasan di Balik Keruntuhan Kesultanan Ottoman. Para orang kaya di zaman Ottoman (ilustrasi)
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman yang berkuasa selama berabad-abad, pada 3 Maret 1924 mengalami keruntuhan. Kesultanan yang berdiri kurang lebih 625 tahun lalu itu dibubarkan lewat Majelis Nasional Agung dalam sidangnya sejak Februari 1924.

Baca Juga


Majelis memutuskan menghapus jabatan khalifah dan mempersilakan khalifah terakhir, Abdul Majid II meninggalkan Turki. Ottoman mengendalikan banyak wilayah, tidak hanya mencakup Asia tapi sebagian besar Eropa Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika Utara.

Kesultanan menguasai wilayah dengan militer yang kuat, perdagangan yang menguntungkan, dan pencapaian yang mengesankan di berbagai bidang. Mulai dari arsitektur sampai astronomi.

Namun, itu semua kandas setelah Ottoman berperang di pihak Jerman dalam Perang Dunia I dan menderita kekalahan. Apa yang sebenarnya menyebabkan runtuhnya Ottoman? Berikut enam faktor penyebab Ottoman runtuh, dilansir History, Rabu (3/3).

1. Ottoman terlalu agraris

Revolusi Industri yang melanda Eropa pada 1700-an dan 1800-an membuat ekonomi Ottoman tetap bergantung pada pertanian. Menurut Profesor di Princeton University Michael A. Reynolds, kekaisaran kekurangan pabrik untuk mengimbangi Inggris, Prancis, dan Rusia.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kekaisaran lemah dan surplus pertanian digunakan untuk membayar pinjaman kepada kreditor Eropa. Ketika tiba waktunya berperang dalam Perang Dunia I, Kesultanan Ottoman tidak memiliki kekuatan industri untuk memproduksi persenjataan berat, amunisi, serta besi dan baja yang dibutuhkan untuk membangun rel kereta api guna mendukung upaya perang.

 

2. Ottoman tidak terlalu bersatu

Di puncak kejayaannya, wilayah kekaisaran Ottoman termasuk Bulgaria, Mesir, Yunani, Hungaria, Yordania, Lebanon, Israel dan wilayah Palestina, Makedonia, Rumania, Suriah, sebagian Arab dan pantai utara Afrika. Jika kekuatan dari luar tidak pada akhirnya merusak kekaisaran, Reynolds tidak berpikir itu bisa tetap utuh dan berkembang menjadi negara demokrasi modern.

“Kemungkinannya mungkin berlawanan karena keragaman kekaisaran yang luar biasa dalam hal etnis, bahasa, ekonomi, dan geografi. Masyarakat homogen lebih mudah mendemokratisasi daripada yang heterogen,” kata Reynolds.

Berbagai bangsa yang menjadi bagian dari kekaisaran menjadi semakin memberontak. Pada 1870-an, kesultanan harus mengizinkan Bulgaria dan negara-negara lain untuk merdeka serta menyerahkan lebih banyak wilayah. Setelah kalah dalam Perang Balkan 1912-1913, kesultanan terpaksa menyerahkan wilayah Eropa yang tersisa.

 

3. Penduduk Ottoman berpendidikan rendah

Meskipun ada upaya meningkatkan pendidikan pada 1800-an, Kesultanan Utsmaniyah tertinggal jauh dari pesaing Eropa dalam hal melek huruf. Kondisi ini menyebabkan sedikit dari penduduknya yang dapat membaca, sekitar 5 dan 10 persen pada 1914.

“Sumber daya manusia kekaisaran Ottoman seperti sumber daya alam, relatif tidak berkembang. Itu berarti kekaisaran kekurangan perwira militer, insinyur, juru tulis, dokter, dan profesi lain yang terlatih dengan baik,” ujar dia.

 

 

4. Negara lain sengaja melemahkannya

Direktur Middle East Center di St. Antony’s College Eugene Rogan mengatakan ambisi kekuatan Eropa juga membantu mempercepat kehancuran Kekaisaran Ottoman. Rusia dan Austria bersatu dalam mendukung kaum nasionalis pemberontak di Balkan untuk mengembangkan pengaruh mereka. Sementara itu, Inggris dan Prancis sangat ingin mendapat wilayah yang dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman di Timur Tengah dan Afrika Utara.

 

5. Bersaing dengan Kekaisaran Rusia

Tetangga Ottoman, Kekaisaran Rusia yang wilayahnya termasuk Muslim, berkembang menjadi saingan yang semakin sengit. “Kekaisaran Rusia adalah satu-satunya ancaman terbesar bagi kekaisaran Ottoman dan itu adalah ancaman yang sangat eksistensial,” ujar Reynolds.

Namun, ketika kedua kekaisaran mengambil sisi yang berlawanan dalam Perang Dunia I, Rusia akhirnya runtuh terlebih dulu, sebagian karena pasukan Ottoman.

 

 

6. Peran Ottoman salah dalam Perang Dunia I

Berpihak pada Jerman dalam Perang Dunia I mungkin menjadi alasan paling signifikan atas runtuhnya Kesultanan Ottoman. Sebelum perang, Kesultanan Ottoman telah menandatangani perjanjian rahasia dengan Jerman.

Ternyata, keputusan tersebut merupakan pilihan yang sangat buruk. Dalam konflik berikutnya, pasukan Ottoman melakukan kampanye berdarah brutal di semenanjung Gallipoli untuk melindungi Konstantinopel dari invasi pasukan Sekutu pada 1915 dan 1916.

Pada akhirnya, Ottoman kehilangan hampir setengah juta tentara. Mayoritas dari mereka meninggal karena penyakit. Sekitar 3,8 juta orang terluka atau jatuh sakit. Pada Oktober 1918, kesultanan menandatangani gencatan senjata dengan Inggris dan berhenti perang.

Jika bukan karena perannya dalam Perang Dunia I, beberapa orang berpendapat Ottoman masih ada. Sejarawan di Cornell University, Mostafa Minawi percaya Kekaisaran Ottoman memiliki potensi berkembang menjadi negara federal multi-etnis dan multibahasa modern. Sebaliknya, menurutnya, Perang Dunia I memicu disintegrasi.

“Kesultanan Ottoman bergabung dengan pihak yang kalah. Akibatnya, saat perang berakhir, Pembagian wilayah kekaisaran Ottoman diputuskan oleh para pemenang,” kata Minawi. 

https://www.history.com/news/ottoman-empire-fall

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler