Bukan Pupuk, Kementan: SDM Paling Tentukan Produktivitas

SDM berkualitas sering kali dilupakan sehingga pemerintah hanya fokus kepada pupuk

Kementan
Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi. Dedi mengatakan, keberadaan SDM yang berkualitas seringkali terlupakan oleh pemerintah dari tingkat pusat dan daerah. Itu membuat seolah-olah pertanian hanya bergantung pada pupuk, benih, dan sumber-sumber irigasi.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, pengungkit terbesar produktivitas pertanian bukan hanya ditentukan oleh sarana pertanian seperti pupuk dan benih. Namun, kontributor produktivitas itu sendiri datang dari seberapa tinggi kualitas sumber daya (SDM) pertanian yang tersedia.


"Sumber daya manusia berkontribusi 50 persen. Petani, poktan dan gapoktan, penyuluh, P4S, dan semua para eksekutor adalah pengungkit terbesar," kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementan, Dedi Nursyamsi dikutip Republika.co.id, Selasa (16/3).

Ia mengatakan, sarana prasarana dan inovasi teknologi hanya berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas pertanian sebesar 25 persen. Sisanya, regulasi dari tingkat pusat dan daerah yang berpengaruh 25 persen terhadap peningkatan produktivitas.

Dedi mengatakan, keberadaan SDM yang berkualitas seringkali terlupakan oleh pemerintah dari tingkat pusat dan daerah. Itu membuat seolah-olah pertanian hanya bergantung pada pupuk, benih, dan sumber-sumber irigasi.

Menurut Dedi, itu tidak salah, hanya saja semuanya dapat berperan optimal jika ada SDM berkualitas yang mengelolanya. "Selalu disebut pertanian di sana produksi tinggi karena ada pupuk banyak. Tapi tidak pernah ada yang bilang, bahwa itu memang petaninya yang berkualitas," kata Dedi.

Dedi pun mencontohkan negara Israel yang memiliki tanah tandus serta minim akan ketersediaan air tawar. Itu membuat semua proses dalam budidaya pertanian akan menjadi sulit dan membutuhkan biaya mahal. Namun, kata Dedi, berkat keberadaan SDM pertanian yang berkualitas, berbagai hambatan itu bisa diatasi.

Dedi pun membandingkan dengan situasi yang ada di Indonesia. Keberadaan tanah yang subur serta air yang berlimpah nyatanya justru belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Menurut Dedi, itu juga karena faktor kemampuan SDM serta teknologi yang tradisional.

"Sekarang kita harus lakukan transformasi dari tradisional ke modern. Kenapa? Karena kebutuhan pangan terus meningkat tidak bisa seperti dulu seperti ketika penduduk kita masih belum sebanyak sekarang," kata dia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler