Di Balik Ramainya Poster Puan Maharani-Moeldoko

Berbagai spekulasi muncul setelah poster capres-cawapres 2024 viral di media sosial

Istimewa
Poster deklarasi pencalonan presiden untuk 2024 yang menampilkan Puan Maharani-Moeldoko yang disebut akan menggelar deklarasi di Surabaya, Jawa Timur.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID. -- Oleh Rizky Suryarandika 

Baca Juga


JAKARTA -- Poster pasangan calon presiden dan wakil presiden cukup menghebohkan ini muncul dan beredar beberapa saat setelah Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat digelar di Deli Serdang, Sumatra Utara. Sejumlah spekulasi pun muncul. 

Poster bertuliskan "Deklarasi dan Dukungan Capres-Cawapres 2024 Puan Maharani-Moeldoko" ramai di sejumlah grup percakapan Whatsapp sejak Kamis (18/3).

Tertulis dalam gambar tersebut Ketua DPR RI Puan Maharani akan dideklarasikan sebagai calon presiden dan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai wakil presiden 2024. 

Dukungan terhadap pasangan calon itu, sebagaimana diterangkan dalam poster tersebut, akan berlangsung di Hotel JW Marriott, Surabaya, pada Senin (29/3).

Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno juga memastikan keterangan di poster tersebut merupakan kabar bohong.

"Itu jelas-jelas hoaks," kata Hendrawan.

Juru bicara Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Muhammad Rahmad membantah adanya deklarasi pemilihan presiden yang menampilkan Ketua DPR Puan Maharani dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Menurutnya, itu hasil editan dan ditegaskannya hoaks.

"Jelas sekali foto editan yang diambilnya entah dari mana, lalu dibikin poster abal-abal dan disebarkan," ujar Rahmad saat dibubungi, Jumat (19/3).

Adanya foto tersebut, kata Rahmad, merupakan upaya untuk mendiskreditkan Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Moeldoko. Pihaknya dengan tegas menolak cara-cara tak elok seperti itu untuk menjatuhkan seseorang.

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra membantah keterlibatan pihaknya atas tersebarnya poster kegiatan deklarasi capres-cawapres untuk Pilpres 2024. 

Ia menganggap kubu Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang diketuai oleh Moeldoko-lah yang pantas dicurigai.

Herzaky menyebut para pelaku kudeta Partai Demokrat sering menebar fitnah dan kabar bohong.

"Yang kebelet dan berambisi ingin jadi capres 2024 dengan cara menjadi ketua umum parpol secara paksa itu siapa? Jelas-jelas para mantan kader kami bekerja sama dengan oknum kekuasaannya yang melakukannya. Siapa yang berambisi, siapa yang dituduh," kata Herzaky pada Jumat (19/3).

Herzaky mengeklaim, Partai Demokrat kubu Cikeas memilih fokus pada kerja membantu rakyat akibat pandemi Covid-19 dan bencana di berbagai pelosok Indonesia. Selain itu, pihaknya berjuang bersama penggiat demokrasi dan HAM ataupun masyarakat umum untuk menjaga demokrasi di Indonesia tetap kondusif.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id, muncul tiga poster terkait isu capres-cawapres pada Pilpres 2024, yaitu Jusuf Kalla-Agus Harimurti Yudhoyono, Moeldoko-Achsanul Qosasi, dan Puan Maharani-Moeldoko.

Pada poster Puan Maharani-Moeldoko tertera bahwa acara digelar di Surabaya pada Senin 29 Maret mendatang. Puan disebut merupakan calon presiden untuk 2024 sedangkan Moeldoko merupakan calon wakil presidennya.

Kampanye Hitam atau Kampanye Humas?

Pakar Komunikasi Universitas Padjajaran (Unpad) Justito Adiprasetio menilai munculnya poster-poster itu menimbulkan sejumlah spekulasi di masyarakat.

Pertama, Justito menduga ada kemungkinan poster tersebut disebarkan oleh para pendukung capres-wawapres itu sendiri. Tapi ada kemungkinan juga kalau poster tersebut adalah bentuk black campaign. 

"Tujuannya untuk membangun imaji publik bahwa yang ada di poster tersebut punya ambisi politik jangka panjang," kata Justito, Sabtu (20/3).

BACA JUGA: Partai Demokrat: Siapa Bilang Demokrat Dinasti Politik?

Menurut Justito, tak menutup kemungkinan bila sebenarnya agenda penyebaran poster muncul dari salah satu kandidat yang benar-benar ingin membangun momentum. Capres-cawapres itu sekaligus mengecek persepsi publik dan mencoba membangun agenda sebagai hero. 

"Apalagi posternya tidak cuma satu, ada beberapa tokoh, yang sebagian sedang berkonflik," ujar peneliti di Mores Strategics tersebut.

Justito menyayangkan jika penyebaran poster capres-cawapres tergolong kampanye hitam. Hal tersebut menjadi preseden yang memperburuk wajah politik yang dalam beberapa tahun ke belakang selalu diwarnai dengan strategi-strategi kampanye yang mengandalkan pesan disinformatif. 

Yang jelas, Justito menilai deklarasi capres-cawapres di dunia maya tidak rasional untuk elektabilitas. Menurutnya, poster deklarasi justru rentan memberikan efek negatif untuk saat ini.

"Bisa menciptakan persepsi buruk dari publik karena dianggap sebagai sosok ambisius," ujar Justito.

Berdasarkan pengamatannya, Justito menyebut politikus yang punya kesan ambisius di mata publik akan cenderung sulit meraih simpati. "Sosok politikus ambisius dalam berkuasa tidak pernah jadi karakter harapan publik kita," lanjut dia.

Berbeda dengan Justito yang melihat munculnya poster capres ini dari perspektif kehumasan dan kampanye hitam. 

Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI) Karyono Wibowo memandang fenomena poster ini erat kaitannya dengan kisruh dualisme kepengurusan partai Demokrat.

"Hal ini ada irisannya dengan kisruh partai Demokrat. Jika dilihat dari meme pertama yang muncul di medsos adalah undangan deklarasi pasangan capres Puan Maharani-Moeldoko, maka tidak menutup kemungkinan kabar bohong tersebut bisa jadi merupakan buntut dari perseteruan di Demokrat," kata Karyono, Jumat (19/3).

Karyono mengamati makna di balik meme tersebut bertujuan membentuk opini publik dalam rangka menguatkan isu yang dihembuskan sebelumnya tentang keterlibatan pemerintah dan PDIP dalam kisruh Demokrat. 

Tak lama setelah muncul kabar bohong terkait pasangan capres Puan Maharani-Moeldoko, sontak muncul meme pasangan capres lainnya.

Karyono menyayangkan peredaran informasi bohong ini lantaran bisa mendisrupsi fakta. "Kabar bohong semacam ini akan semakin membanjiri ruang publik jika tidak ada upaya preventif pemerintah dan tindakan tegas dari penegak hukum," lanjut Karyono.

Terlepas dari itu, Karyono menilai, beredarnya berita-berita hoaks terkait isu pasangan calon presiden 2024 belakangan ini bukan merupakan fenomena baru. Menurutnya, setiap kontestasi politik memang tak jarang dibumbui kabar bohong. 

Poster Capres Hal Wajar

Peneliti Senior Populi Center, Afrimadona, menanggapi wajar beredarnya poster pasangan capres-cawapres 2024 di media sosial. Ia menilai hal itu dilakukan sebagai upaya pengenalan pada publik.

BACA JUGA: Partai Demokrat: Siapa Bilang Demokrat Dinasti Politik?

"Menurut saya, ini fenomena yang biasa karena kalau ingin mempersiapkan diri untuk 2024 yang tinggal tiga tahun lagi idealnya memang harus disosialisasikan dari sekarang," kata Afrimadona, Sabtu (20/3).

Afrimadona memandang peluang munculnya pasangan capres-cawapres baru di 2024 terbilang besar lantaran Joko Widodo tak lagi dapat maju sebagai Presiden. Oleh karena itu, para pasangan Capres-Cawapres perlu memupuk pengenalan pada publik sejak dini.

Afrimadona menganggap pengenalan pasangan capres-cawapres sejak tahun ini penting untuk mengetahui daya elektoralnya. Sehingga partai pengusung bisa menemukan strategi sekaligus melakukan evaluasi jika tingkat elektoralnya belum memuaskan.

"Pengenalan ke publik dan cek ombak itu sebenarnya bisa terjadi bersamaan. mereka mencoba melempar ke publik dulu calon-calon potensial dan melihat tanggapan publik. Kalau memang peluangnya kecil, maka mereka masih punya kesempatan untuk menata strategi," ucap Afrimadona.

BACA JUGA: Partai Demokrat: Siapa Bilang Demokrat Dinasti Politik?

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler