Hal-Hal yang Perlu Diketahui Soal Vaksin AstraZeneca
BPOM telah memberikan izin untuk penggunaan vaksin AstraZeneca.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Makanan dan Obat-obatan Indonesia (BPOM), Jumat (19/3), telah menyetujui penggunaan vaksin AstraZeneca. BPOM berpendapat manfaat pemberian vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih signifikan ketimbang risikonya.
Di sisi lain, hasil kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan vaksin AstraZeneca hukumnya adalah haram. Namun, vaksin AstraZeneca tetap boleh dipergunakan dengan pertimbangan kedaruratan.
Pemerintah Indonesia mendapat dukungan dari para ulama di Jawa Timur untuk menggunakan vaksin AstraZeneca buatan Inggris dalam program vaksinasi massal. Adanya dukungan dari para kiai dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur ini diungkap Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meninjau vaksinasi di Kabupaten Sidoarjo, Senin (22/3) pagi ini.
Penggunaan vaksin AstraZeneca memang sempat tertunda, selain karena adanya laporan potensi pembekuan darah di sejumlah negara Eropa, juga karena hasil kajian MUI yang menghukuminya haram karena mengandung unsur babi. Kendati begitu, MUI tetap membolehkan penggunaan vaksin AstraZeneca dengan asas kedaruratan pandemi.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diketahui soal vaksin AstraZeneca:
Keunggulan vaksin
Vaksin AstraZeneca memiliki banyak keunggulan. WHO menjagokan vaksin ini untuk program COVAX, yakni inisiatif global untul vaksin murah untuk negara-negara anggota dengan pembagian kuota secara adil.
Faktor pertimbangan WHO, selain harga vaksin AstraZeneca per dosisnya sangat murah, yakni hanya sekitar 15 persen dari harga vaksin BioNTech atau Moderna. Logistiknya juga jauh lebih sederhana.
Berbeda dengan vaksin berbasis RNA yang harus disimpan dalam suhu superdingin hingga minus 70°C, vaksin AstraZeneca bisa disimpan pada suhu kulkas biasa hingga enam bulan. Dengan itu transportasi dan logistik vaksin bisa dilakukan di negara-negara yang tidak punya kapasitas instalasi superdingin.
Uji klinis yang dilakukan AstraZeneca pada virus corona varian asli menunjukkan efikasi 76 persen setelah pemberian dosis pertama. Bahkan, setelah pemberian dosis kedua dalam jeda 12 minggu, efikasi naik hingga minimal 82 persen.
Vaksin juga bisa mereduksi beban virus, yang membuat penularan Covid-19 juga makin lambat. Berdasarkan data ini, vaksin mendapat izin penggunaan dari lembaga pengawas obat Eropa-EMA dan lebaga serupa di berbagai negara.
Riset keampuhan vaksin AstraZeneca terhadap virus varian mutasi Inggris yang disebut varian B117 yang dilakukan di Inggris, melaporkan efikasinya sekitar 75 persen. Efikasi sedikit di bawah keampuhan terhadap virus asli, tapi masih tergolong sangat bagus.
Namun, riset keampuhan vaksinnya terhadap varian mutasi Afrika Selatan B1351 menunjukkan hasil yang jauh lebih rendah. Riset pada 2000 resonden di Afrika Selatan menunjukkan, vaksin hanya memberikan perlindungan minimal terhadap Covid-19 yang dipicu varian B135. Ini memicu Pemerintah Afrika Selatan membuat keputusan, menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca.
Penyebabnya adalah vaksin AstraZeneca yang sudah berizin dibuat dari vektor virus, yang memicu antibodi melawan protein Spike dari varian virus corona awal. Menghadapi virus yang melakuan mutasi, antibodi tidak mengenali sepenuhnya dan memerangi varian bersangkutan.
Sempat ditunda
Sebelumnya, pada pekan lalu beberapa negara sempat menangguhkan vaksinasi dengan AstraZeneca. Alasannya, ditemukan 7 kasus langka trombosis pada pembuluh darah sinus di otak dari penyuntikan 1,6 dosis vaksin AstraZeneca di Eropa. Tiga kasus berakhir dengan kematian pasien.
Namun, lembaga pengawas obat-obatan Eropa (EMA) menegaskan, sejauh ini belum ada bukti kaitan langsung antara pemberian vaksin AstraZeneca dan kasus trombosis, berdasar data yang dimiliki lembaga ini.
Lembaga pengawas Inggris beserta WHO juga merekomendasikan hal yang sama. Beberapa negara melanjutkan kembali proses vaksinasi. Pemimpin negara-negara Eropa juga berada di garda terdepan untuk membangun kembali citra keamanan vaksin AstraZeneca.
BACA JUGA: Vaksin Sinovac Dibuat Sebelum Virus Corona Menyebar?