Vaksinasi Santri di Jatim Menggunakan Vaksin Astrazeneca
Pemerintah segera mengirim pasokan vaksin Astrazeneca ke Jawa Timur.
REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) disebut akan menerbitkan fatwa kehalalan dan keamanan penggunaan vaksin buatan Inggris, Astrazeneca. Kabar ini disampaikan Ketua Umum MUI Jawa Timur Hasan Mutawakkil Alallah usai mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau vaksinasi massal di Sidoarjo, Senin (22/3).
Fatwa bahwa vaksin Astrazeneca halal dan toyyib ini sedikit berbeda dengan pernyataan MUI pekan lalu, yang menyebutkan produk buatan Universitas Oxford tersebut haram karena mengandung enzim tripsin dari babi. Kendati begitu, MUI menekankan bahwa penggunaan vaksin Astrazeneca diperbolehkan karena asas kedaruratan pandemi.
"Insya Allah MUI sesuai dengan hasil audit LPPOM dan juga hasil musyawarah komisi fatwa hari ini akan memberikan fatwa kehalalan penggunaan Astrazeneca dan keamanan penggunaannya," kata Hasan di Sidoarjo, Senin (22/3).
Selain itu, penggunaan vaksin Astrazeneca untuk program vaksinasi ini juga didukung oleh para ulama dan kiai pengasuh pondok pesantren di Jawa Timur. Para ulama itu, ujar Hasan, sepakat bahwa vaksin Astrazeneca halalan thoyyiban dan aman digunakan untuk vaksinasi.
"Kami berterimakasih apabila para santri juga para ustadz dan ustadzah, hafidz dan hafidzah akan segera diberi vaksin Astrazeneca ini. Dan kami bersyukur mudah-mudahan ini nanti dapat ditiru oleh komponen masyarakat yang lain," kata Hasan.
Merespons antusiasme para pengasuh pondok pesantren agar bisa segera divaksinasi, Presiden Jokowi pun memerintahkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk mengirim pasokan vaksin Astrazeneca ke Jawa Timur. Vaksinasi bagi para santri dan santriwati ini akan segera dilakukan dengan vaksin Astrazeneca.
Sebelumnya, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur juga merilis pernyataan bahwa vaksin Astrazeneca halal. Bahtsul Masail PWNU Jatim menukil sejumlah pendapat ulama yang menyatakan najis dari unsur babi yang telah disucikan dan sudah berubah zatnya sama sekali dari semula, maka dia dianggap suci. Ini merupakan pendapat ulama Mazhab Hanafi dan Maliki, serta sebagian riwayat dari Imam Ahmad.