AS, Eropa, dan Kanada Bersatu Sanksi Pejabat China
Sanksi dijatuhkan terkait pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Inggris, dan Kanada menjatuhkan sanksi kepada pejabat China pada Senin (22/3) atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang. Ini adalah tindakan terkoordinasi pertama negara-negara Barat terhadap Beijing di bawah pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Upaya yang terkoordinasi ini merupakan langkah diplomatik awal AS yang merangkul sekutunya untuk menghadapi China. Pejabat senior administrasi AS mengatakan, hampir setiap hari mereka melakukan kontak dengan Pemerintah Uni Emirat untuk membicarakan masalah China.
Pejabat senior itu menyebut upaya AS melakukan komunikasi dengan UE dalam masalah China sebagai roadshow Eropa. "Di tengah meningkatnya kecaman internasional, (China) terus melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Uni Eropa adalah yang pertama menjatuhkan sanksi terhadap empat pejabat China, termasuk direktur keamanan tertinggi dan satu entitas. Langkah UE ini kemudian diikuti oleh Inggris dan Kanada.
Uni Eropa menuding Direktur Biro Keamanan Umum Xinjiang Chen Mingguo melakukan penahanan sewenang-wenang dan perlakuan merendahkan terhadap orang Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya. Chen Mingguo juga dituduh melakukan pelanggaran sistematis atas kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Baca juga : Puluhan Diplomat Barat Berkumpul di Depan Pengadilan China
Sementara itu, pejabat lain yang dikenakan sanksi larangan perjalanan dan pembekuan aset adalah pejabat senior China Wang Mingshan, mantan wakil sekretaris partai di Xinjiang Zhu Hailun, dan Biro Keamanan Umum Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang. Uni Eropa berusaha untuk menghindari konfrontasi dengan Beijing.
Sanksi yang dijatuhkan pada Senin (22/3) adalah tindakan pertama kali sejak insiden di Lapangan Tiananmen pada 1989. Langkah UE menjatuhkan sanksi kepada Beijing mendapatkan pujian dari AS. “Tanggapan transatlantik yang bersatu mengirimkan sinyal yang kuat kepada mereka yang melanggar atau menyalahgunakan hak asasi manusia internasional,” kata Blinken.
China balal sanksi
China dengan cepat melakukan pembalasan dengan memberikan sanksi kepada anggota parlemen Eropa, badan pembuat keputusan kebijakan luar negeri utama UE yang dikenal sebagai Komite Politik dan Keamanan, dan dua lembaga lainnya. Politisi Jerman Reinhard Butikofer, yang merupakan ketua delegasi Parlemen Eropa untuk China, termasuk di antara tokoh paling terkenal yang terkena sanksi.
Yayasan Aliansi Demokrasi nirlaba, yang didirikan oleh mantan sekretaris jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen, termasuk dalam daftar sanksi. Selain itu, seorang akademisi Jerman Adrian Zenz yang melakukan penelitian dan menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang juga dikenakan sanksi.
Belanda memanggil duta besar China untuk Den Haag setelah Beijing mengumumkan sanksi terhadap 10 orang Eropa. Sementara, Parlemen Eropa bersama dengan menteri luar negeri Jerman, Belanda, Belgia, dan menteri luar negeri lainnya menolak pembalasan China.
"Sanksi ini membuktikan bahwa China peka terhadap tekanan. Ini menjadi penyemangat bagi semua kolega Eropa saya: Bicaralah!" ujar anggota parlemen Belanda Sjoerd Sjoerdsma, yang termasuk dalam daftar sanksi China.
Sementara, AS juga menjatuhkan sanksi kepada Direktur Biro Keamanan Umum Xinjiang Chen Mingguo dan pejabat senior lainnya di wilayah tersebut, yaitu Wang Junzheng. Tahun lalu, AS telah menetapkan sanksi kepada pejabat tinggi Xinjiang, Chen Quango.
Menteri luar negeri Kanada, Inggris, dan AS mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan, ketiga negara meminta Beijing untuk mengakhiri "praktik represif" di Xinjiang. Ketiga menteri mengatakan bahwa ada bukti pelanggaran "luar biasa" atas pelanggaran hak asasi di Xinjiang yang diungkap melalui citra satelit, kesaksian saksi mata, dan dokumen Pemerintah China.