KontraS Pertanyakan TNP-OPM akan Dimasukkan Kelompok Teroris

Kondisi real di lapangan dapat dikatakan TPN-OPM telah melakukan aksi teroris.

Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Divisi Hukum dan HAM Kontras Arif Nur Fikri.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil koordinator Bidang Advokasi KontraS, Arif Nur Fikri, mempertanyakan upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memasukkan Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) sebagai kelompok terorisme. Dia menduga, itu merupakan upaya pemerintah untuk melegalkan operasi-operasi yang sebenarnya sudah dilakukan dengan melibatkan TNI-Polri di Papua.


"Jadi pertanyaan juga karena selama ini status Papua dengan adanya keterlibatan TNI-Polri di Papua itu tidak jelas, apakah dengan memasukan OPM sebagai Terorisme adalah sebagai upaya pemerintah untuk melegalkan operasi-operasi yang sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan TNI-Polri di Papua," ujar Arif, Selasa (23/3).

Arif juga mempertanyakan, jika pemerintah mengatakan OPM sebagai organisasi teroris, maka gerakan OPM yang tidak menggunakan bersenjata akan disebut sebagai terorisme juga atau tidak. Itu karena, mengingat gerakan OPM terdiri dari beberapa afiliasi.

"Jika menggunakan istilah terorisme, maka perlu diingat pemerintah punya kewajiban untuk melakukan pemulihan baik itu terhadap korban maupun pelaku," kata Arif.

Dia juga melihat kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) itu bisa saja dimasukkan sebagai kelompok terorisme jika melihat Undang-Undang (UU) Terorisme. Namun, dia menyorot satu hal, yakni itu juga dapat terjadi pada kelompok-kelompok lain karena definisi terorisme di UU tersebut terlalu luas. "Kalau dikatakan apakah memungkinkan atau tidak, jika dilihat dari definisi UU Terorisme itu bisa memungkinkan," kata Arif.

 

 

 

Personel Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang beroperasi di Papua. - (Istimewa)

Dia menyatakan, itu bisa dilakukan karena definisi terorisme dalam UU Terorisme teramat luas dan pemerintah dapat menafsirkannya sendiri. Menurut Arif, luasnya definisi terorisme itulah yang sejak awal pihaknya kritisi. Kali ini, kata dia, mungkin TPN-OPM yang akan dimasukkan ke dalam definisi itu, ke depan bisa juga terjadi kepada kelompok lain.

"Mungkin kali ini OPM, kita tidak tahu mungkin ke depan kelompok-kelompok yang mengkritisi pemerintah atau kelompok-kelompok masyarakat yang melakukan kekerasan, baik itu berbasis agama atau sosial politik, juga bisa dikatakan sebagai organisasi teroris," kata Arif.

Sebelumnya, BNPT tengah melakukan kajian terkait bisa tidaknya KKSB Papua dikategorikan sebagai organisasi teroris. Selama ini kelompok tersebut kerap disebut TPN-OPM.

"Hari ini kami sedang terus menggagas diskusi-diskusi dengan beberapa kementerian lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB untuk kemungkinannya apakah ini bisa dikategorikan sebagai organisasi terorisme," kata Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafly Amar, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (22/3).

Boy melihat, tindakan yang dilakukan KKB Papua layak dikategorisasikan sebagai organisasi terorisme. Hal tersebut lantaran dalam aksinya KKB kerap melakukan kekerasan menggunakan senjata api hingga merenggut nyawa sipil dan aparat.

"Kondisi-kondisi real di lapangan sebenarnya dapat dikatakan telah melakukan aksi-aksi teror," tegas Boy.

Terkait itu, Boy mengatakan, BNPT tidak bisa memutuskan itu sendiri. BNPT akan membuka ruang diskusi dengan sejumlah kementerian/lembaga lain, termasuk juga Komnas HAM dan DPR. BNPT berharap hasil diskusi tersebut nantinya juga bisa menjadi saran kepada Presiden terkait kemungkinan TPN-OPM dimasukan dalam kategori organisasi terorisme. 

 

"Ini juga tentu perlu pembahasan-pembahasan. Kami sedang mempromosikan diskusi-diskusi itu agar lebih masyarakat kita secara terbuka, secara obyektif untuk melihat, sehingga dalam persangkaan kepada pelaku-pelaku kelompok ini bisa menggunakan pasal-pasal tindak pidana terorisme," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler