3 Amalan Populer dengan Hadits Dhaif, Apa Sikap Kita?

Beramal dengan hadits dhaif bukanlah suatu larangan menurut ulama

Antara/Syifa Yulinnas
Beramal dengan hadits dhaif bukanlah suatu larangan menurut ulama. Ilustrasi membaca surat yasin
Rep: Rossi Handayani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terdapat sejumlah amalan yang populer di masyarakat namun rujukannya adalah hadits dhaif atau lemah. Amalan apa sajakah itu?


Dikutip dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi'i karya Abu Ya'la Kurnaedi, pertama membaca surat yasin di pekuburan.

من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف الله عنهم وكان له بعدد من فيها حسنات "Barang siapa yang memasuki pekuburan kemudian membaca surat yasin, maka Allah akan meringankan (siksaan) untuk mereka, dan dia mendapat kebaikan-kebaikan sejumlah orang di dalamnya. Hadits ini la ashla lahu (tidak ada dasarnya). (Lihat silsilah As-Silsilah adh-Dha'ifah)

Kedua, membaca yasin bagi orang yang meninggal, اقرؤوا يس على موتاكم "Bacalah Yasin kepada orang-orang yang meninggal di antara kalian". Hadits ini dhaif, bahkan munkar, lihat Ahkamul Jami, serta dhaif Abu Dawud.

Ketiga, membaca surat Al Ikhlas ketika melewati pekuburan, من مر بالمقابر فقرأ قل هو الله أحد إ حدى عشرة مرة ثم  وهب أجره للأموات أعطي من الأجر بعدد الأموات "Barang siapa yang melewati pekuburan, kemudian dia membaca 'Qul huwa-llahu ahad' sebanyak sebelas kali dengan memperuntukkan pahalanya untuk orang-orang yang sudah mati, maka dia akan diberikan pahala sejumlah orang-orang yang sudah mati itu". Hadits ini maudhu, lihat Ahkamul Janaiz. 

Lantas bagaimana menyikapi hadits lemah atau maudhu dalam amalan-amalan kebaikan semacam di atas?

Baca juga : Api Membakar Kamp Rohingnya, Ratusan Orang Hilang

Penjelasan atas pertanyaan ini dijawab Direktur Aswaja Center Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang juga Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma’ruf Khozin. Dalam penjelasannya beberapa waktu lalu, Dia menukilkan sejumlah pendapat ulama mazhab yaitu sebagai berikut:

Mazhab Hanafi 

وَإِنْ كَانَتْ ضَعِيفَةً لِلْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ Meskipun hadits dhaif, maka hadits dhaif boleh diamalkan dalam keutamaan Amal (Durar Al-Hukkam 1/36) 

Mazhab Maliki 

 فَقَدْ اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ وَاغْتِنَامًا لِلثَّوَابِ الْوَارِدِ  Para ulama sepakat boleh mengamalkan hadits dhaif dalam keutamaan amal dan meraih pahala / motivasi (Mawahib Al-Jalil, 1/56) 

Mazhab Syafi'i 

وقد قدمنا اتفاق العلماء علي العمل بالحديث الضعيف في فضائل الاعمال دون الحلال والحرام وهذا من نحو فضائل الاعمال   

Telah kami jelaskan kesepakatan ulama untuk mengamalkan hadits dhaif dalam hal keutamaan amal, bukan hukum halal dan haram (Al-Majmu' 3/248) 

Mazhab Hanbali 

( فَلَا بَأْسَ ، لِجَوَازِ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ ) . قَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ : الْعَمَلُ بِالْخَبَرِ الضَّعِيفِ ، بِمَعْنَى : أَنَّ النَّفْسَ تَرْجُو ذَلِكَ الثَّوَابَ ، أَوْ تَخَافُ ذَلِكَ الْعِقَابَ . وَمِثْلُهُ : التَّرْغِيبُ وَالتَّرْهِيبُ وَالْمَنَامَاتِ 

Boleh mengamalkan hadits dhaif dalam keutamaan amal. Syekh Taqiyuddin berkata: “Artinya bahwa seseorang menginginkan pahala dan takut dengan dosa. Demikian pula hal motivasi ibadah dan dorongan menjauhi dosa.” (Mathalib Uli An-Nuha, 3/234) 

 Imam al-Bukhari 

Ada sebagian yang alergi terhadap hadits dhaif dengan berdalil pada Imam al-Bukhari yang mengarang kitab Shahih al-Bukhari. Faktanya tidak begitu, buktinya adalah sebagai berikut: 

روى له البخاري ثلاث احاديث ثالثها في الرقاق .... وكأن البخاري لم يشدد فيه لكونه من احاديث الترغيب والترهيب  Al-Bukhari meriwayatkan dari Thafawi sebanyak 3 hadits, salahsatunya tentang akhlak... Sepertinya Bukhari tidak terlalu ketat tentang Thafawi karena ini soal hadits motivasi ibadah dan dorongan menjauhi dosa (Hady As-Sari, 2/162) 

ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ: اﺣﻔﻆ ﻣﺌﺔ ﺃﻟﻒ ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﻭﻣﺎﺋﺘﻲ ﺃﻟﻒ ﺣﺪﻳﺚ ﻏﻴﺮ ﺻﺤﻴﺢ  al-Bukhari berkata: "Saya hafal 100 ribu hadits sahih dan 200 ribu hadits dhaif" (Faidl Al-Qadir 1/17) 

Selain kitab Shahih al-Bukhari, Imam al-Bukhari juga memiliki beberapa kitab lain seperti At-Tarikh baik Kabir atau Shaghir, juga kitab Adab Al-Mufrad. Dalam kitab-kitab tersebut Imam al-Bukhari tetap mencantumkan hadits-hadits dhaif. 

Baca juga : Tilang Elektronik Bakal Diterapkan di Wilayah Lain

 “Memang ada segolongan ulama yang memvonis hadits dhaif tidak boleh diamalkan dan disetarakan dengan hadits palsu. Tapi kita tetap ikut mayoritas ulama sejak ribuan tahun silam,” kata  Kiai Ma’ruf Khozin.          

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler