Mengoptimalkan Potensi Herbal di Desa Wisata Nogosaren
Pengembangan produk herbal di Desa Nogosaren cukup terbuka, karena SDA melimpah.
REPUBLIKA.CO.ID, Warga di lingkungan Desa Nogosaren, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah serius mengembangkan ragam produk minuman kesehatan herbal, sebagai salah satu daya tarik potensi unggulan desa mereka.
Upaya ini sekaligus untuk melengkapi daya tarik Desa Wisata Nogosaren yang dalam beberapa tahun terakhir telah mengembangkan daya Tarik wisata olahraga dan wisata alam ‘Gunung Gajah Telomoyo’.
Kepala Desa Nogosaren Ahmad As’ari mengatakan, lingkungan di wilayah desanya memiliki potesi tanaman herbal yang cukup melimpah. Namun sejauh ini. belum dikembangkan secara optimal sebagai salah satu potensi unggulan desa.
“Di luar berbagai komoditas hortikultura dan susu sapi perah, warga kami sama sekali belum memberdayakan potensi herbal, yang sebenarnya juga luar biasa di Desa Nogosaren ini,” ungkapnya, Ahad (28/3).
Seperti temulawak (Curcuma zanthorrhiza), jahe emprit/ jahe merah (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma longa), Gandapura (Gaultheria punctate), adas (Foeniculum vulgare), sereh (cymbopogon nardus) dan masih banyak lagi.
Karena itu, Pemerintah Desa (Pemdes) Nogosaren sangat mendukung pengembangan berbagai produk herbal sebagai salah satu produk unggulan, berbasis pemberdayaan masyarakat dan sumber daya alam yang ada di desanya.
“Terlebih, kondisi ekonomi warga desa kami juga tidak luput terdampak oleh pandemi Covid-19, yang telah berlagsung selama satu tahun terakhir,” tambahnya.
Salah satu bentuk dukungan Pemdes Nogosaren, jelas As’ari, adalah ikut memfasiltasi pelatihan cara mengolah bahan- bahan herbal, untuk dibuat produk minuman probiotik atau minuman suplemen yang bermanfaat bagi kesehatan.
Pada akhir pekan kemarin, pelatihan kepada warga diawali dari pelatihan pengolahan probiotik berbasis Curcuma, yang dilaksankan bersamaan soft laounching Café Herbal, di kawasan wisata Gunung Gajah telomoyo.
“Kami sangat mendukung pemberdayaan yang diinisiasi oleh pengelola Desa Wisata Gunung Gajah Telomoyo, agar ke depan desa kami punya produk unggulan yang berwawasan kesejahteraan masyarakat desa,” ungkapnya.
Pengelola Desa Wisata Gunung Gajah Telomoyo, Haryo Yudiantoro menambahkan, untuk pelatihan cara pengolahan produk herbal, dia mendatangkan khusus praktisi di bidangnya, yang selama ini telah menghasilkan berbagai produk probiotik herbal.
Dia juga melihat, pengembangan produk herbal di Desa Nogosaren cukup terbuka, karena sumber daya alam khususnya tanaman herbal sangat melimpah. “Memang, sejauh ini belum tersentuh dalam upaya mendorong peningkatan kesejahteraan warga,” jelasnya.
Di lain pihak, lanjut haryo, produk herbal sangat potensial dikembangkan bersama dengan optimalisasi berbagai potensi wisata di kawasan Gunung Gajah, di lembah Telomoyo yang dikembangkan sebagai one stop service wisata olahraga dan wisata berwawasan lingkungan.
Mulai dari olahraga dirgantara (paralayang dan gantolle), trail running, trekking, hiking serta olahraga bersepeda cross country. “Makanya, salah satu cara untuk memotivasi warga, kita siapkan terlebih dahulu Cafe Herbal,” tambahnya.
Haryo juga mengungkapkan, tujuan dari pelatihan ini –selain mendorong peningkatan kesejahteraan—juga untuk melatih mindset warga, bahwa lingkungan mereka memiliki potensi herbal yang secara ekonomi sangat luar biasa.
Harapannya, jika kemapuan untuk mengolah berbagai potensi tanaman herbal sudah dilakukan sendiri oleh warga, secara keekonomian akan semakin bermanfaat dan bisa menjadi berkah bagi kesejahteraan masyarakat Desa Nogosaren sendiri.
Bahkan, dia juga ingin, ke depan produk- produk herbal akan menjadi salah satu brand mark unggulan Des Nogosaren. “Maka kalau orang berwisata ke sini (red; Gunung Gajah) salah satu alasan utamanya adalah produk herbal,” tambahnya.
Terpisah Praktisi Pengembangan Produk Herbal, Ahmad Budiharjo mengamini, warga Desa Nogosaren sangat beruntung dan harus bangga dengan kekayaan sumber daya alam herbal yang ada di lingkungannya.
Karena kekayaan tersebut merupakan potensi yang luar biasa untuk dikembangkan dan dioptimalkan. “Tidak hanya dari sisi ekonomisnya, namun juga kemanfaatannya bagi kesehatan masyarakat sendiri, terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini,” jelasnya.
Dia menjelaskan, untuk pelaksanaan awal, telah memberikan pelatihan bagaimana cara memproses, mengolah dan memproduksi probiotik Curcuma, yang bahan bakunya cukup mudah ditemukan di Desa Nogosaren.
Owner Synthesa Herba ini juga mengatakan, tak hanya probiotik Curcuma, ke depan pelatihan juga akan menyentuh pemanfaatan tanaman herbal lain yang bermanfaat dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai produk probiotik lainnya.
“Saya melihat sendiri, di sini (Desa Nogosaren) ada satu jenis tanaman yang oleh warga di anggap gulma tapi di Perancis dibutuhkan, karena setelah diteliti merupakan bahan herbal yang bermanfaat untuk melawan kanker,” tandas praktisi yang digandeng Kemenristek/BRIN untuk mengembangkan inovasi penanganan Covid-19 ini.