Perlukah Sanksi Bagi Masyarakat yang Tetap Nekat Mudik?

Meski resmi dilarang, 27,6 juta orang diprediksi akan tetap mudik pada tahun ini.

ANTARA/Muhammad Iqbal
Pengunjung berjalan di Terminal 1 A, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. Pemerintah resmi melarang mudik pada musim libur Lebaran pada tahun ini. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Rahayu Subekti, Febrianto Adi Saputro

Pemerintah resmi melarang masyarakat mudik pada musim libur Lebaran tahun ini pada 6-17 Mei 2021. Namun, Satgas Penanganan Covid-19 memperkirakan, ada 11 persen masyarakat yang akan tetap mudik.

"Dari data-data yang telah dikumpulkan Kementerian Perhubungan kalau tidak ada larangan mudik diperkirakan 33 persen warga akan pulang kampung atau mudik tapi kalau ada larangan mudik tetap saja ada yang nekad pulang yaitu sekitar 11 persen," kata Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo di sela mendampingi Wapres meninjau vaksinasi di Kalimantan Tengah, Selasa (30/3).

Karena itu, Doni menegaskan kebijakan pemerintah melarang mudik pada Lebaran tahun ini. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 antardaerah.

Baca Juga



Sebab, pengalaman selama pandemi Covid-19, adanya mobilitas masyarakat selama liburan meningkatkan kasus Covid-19 di Tanah Air.

"Pengalaman kita setahun terakhir, setiap liburan panjang pasti diikuti kasus harian meningkat, kasus aktif tinggi, keterisian RS yang juga semakin tinggi, termasuk angka kematian atau gugurnya para dokter dan tenaga kesehatan," kata Doni.



Doni mengatakan, pemerintah tidak ingin kasus Covid-19 yang saat ini mengalami tren penurunan kembali meningkat pasca-Lebaran. Ia mengatakan, pengalaman larangan bepergian selama libur panjang terbukti dapat mencegah peningkatan kasus Covid-19 di Tanah Air.

Karena itu, ia mengingatkan masyarakat tentang bahaya mudik jika tetap dilakukan.
"Keputusan pemerintah melarang mudik, titik. Jadi tidak ada embel-embel lain, mohon kerja sama seluruh pihak di mana pun berada mengimbau masyarakat untuk tidak mudik," katanya.

Pernyataan Doni sejalan dengan survei yang digelar Balitbang Kementerian Perhubungan (Kemenhub. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Senin (29/3) mengatakan, berdasarkan survei tersebut tetap akan ada masyarakat yang pergi menuju kampung halaman meski mudik resmi dilarang.

"Estimasi potensi jumlah pemudik saat ada larangan mudik secara nasional sebesar 27,6 juta orang," kata Budi dalam pernyataan tertulisnya, Senin (29/3).

Estimasi tersebut dengan tujuan daerah mudik paling banyak yakni Jawa Tengah 37 persen, Jawa Barat 23 persen, dan Jawa Timur 14 persen. Jika dilihat dari persentasenya, saat mudik dilarang maka 89 persen masyarakat tidak akan mudik. Sementara, 11 persen sisanya akan tetap melakukan mudik atau liburan.

"Kementerian Perhubungan mendukung pelarangan mudik yang didasari pertimbangan untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 dan hasil keputusan rapat koordinasi tingkat menteri," ungkap Budi.

 

Dilarang mudik - (republika)

Pemerintah sepertinya memang tak main-main dalam melarang masyarakat melakukan perjalanan mudik Lebaran tahun ini. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, pemerintah tengah menyiapkan sanksi bagi warga pelanggar larangan mudik Lebaran ini.

"Untuk penerapan sanksi yang melanggar larangan mudik nantinya akan ditetapkan pemerintah dan diimplementasikan oleh pemda. Untuk detail teknis pengaturan pengetatan mobilitas saat libur Ramadhan dan Idul Fitri, saat ini sedang dibahas antar K/L," kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (30/3).

Wiku menambahkan, kebijakan pengetatan syarat perjalanan per 1 April dan larangan mudik Lebaran bertujuan menekan mobilitas masyarakat. Pengurangan mobilitas dipercaya menjadi jurus terampuh untuk menekan penularan Covid-19 dan sudah terbukti dalam beberapa kali momen libur panjang sejak awal 2021.

"Strategi ini perlu dukungan pemerintah daerah dalam mengawasi mobilitas penduduknya masing-masing. Maka dari itu dibutuhkan kolaborasi pemerintah pusat, pemerintah daerah serta peran aktif dari posko penangana Covid-19 di tingkat desa/kelurahan," kata Wiku.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga sudah memberikan isyarat bahwa pemerintah akan menerapkan sanksi bagi masyarakat yang tetap nekat mudik.

"Sekarang sedang disusun apa nanti hal-hal yang (dilakukan) kalau terjadi kebocoran-kebocoran (tetap mudik)," kata Ma'ruf Amin, Selasa (30/3).

"Memang larangannya itu kan dari tanggal (6-17 Mei) tapi kita mempersiapkan sebelum itu, mereka yang mendahului sebelum tanggal itu sudah disiapkan penangkalan-penangkalannya," kata Ma'ruf, menambahkan.

Wapres juga mengungkap kebijakan larangan mudik tahun ini diumumkan lebih awal sebelum bulan Ramadhan. Wapres menyebut, pemerintah tidak ingin pengumuman larangan mudik terlambat seperti lebaran tahun lalu, yang membuat sejumlah masyarakat tetap mudik.

"Pengalaman tahun yang lalu, walaupun sudah dilarang tapi karena terlambat larangannya, maka yang mudik itu besar," kata Ma'ruf.

Ketua Komisi V DPR RI, Syarif Abdullah Alkadrie mendukung kebijakan larangan mudik di tahun 2021. Ia mendorong pemerintah untuk memberlakukan sanksi bagi pemudik yang nekat pulang kampung.

"Kalau ada aturan enggak ada sanksi enggak ada gunanya," kata Syarif kepada Republika, Rabu (31/3)

Dirinya menyebut ada sejumlah sanksi yang bisa diterapkan, misalnya ketika ditemui ada pemudik yang nekat, maka petugas bisa langsung memulangkan pemudik tersebut, atau bisa juga dengan mengkarantina. Selain itu pemerintah juga bisa memberi sanksi dengan mencabut surat izin mengemudi (SIM) masyarakat yang nekat mudik saat lebaran.

"Jadi saya kira bagi Komisi V ya kita sih mendukung (penerapan sanksi) karena itu untuk kepentingan kemaslahatan," tuturnya.

Selain itu politikus Partai Demokrat itu juga meminta pemerintah untuk konsisten dengan cara membuat regulasi yang jelas yang mengatur kebijakan tersebut. Perlu ada langkah antisipasi agar penularan covid-19 di kemudian hari tidak kembali melonjak.

"Bagaimana memperketat supaya tidak terjadi klaster baru, artinya di masing-masing ruas jalan itu yang jalan keluar ke daerah itu ada alat pengetesan disitu. Kalau genose itu bagus itu lebih baik, lebih murah kemudian bisa dibeli secara massal," ucapnya.

Ia mengimbau masyarakat untuk tetap mematuhi aturan larangan mudik tersebut. ia memahami, mudik merupakan tradisi yang sakral bagi sebagian umat Islam di Indonesia. Namun, dirinya meminta masyarakat juga memahami kondisi pandemi yang terjadi hari ini.

"Kita lagi musibah, ini harus dipahami jangan sampai kita juga menambah terhadap musibah itu," ungkapnya.

Menahan Ledakan Covid-19 Lewat PSBB Jawa dan Larangan Mudik - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler