Anak Muda Setuju PMP Diajarkan Sejak PAUD

Survei menyebutkan anak muda ingin PMP diajarkan sejak dini.

Antara/Sigid Kurniawan
Anak Muda Setuju PMP Diajarkan Sejak PAUD. Foto ilustrasi: Siswa sekolah dasar mengikuti gladi peringatan Hari Lahir Pancasila di halaman Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta. (ilustrasi)
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Peneliti Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada, Diasma Sandi Swandaru mengapresiasi hasil survei Indikator Politik Indonesia. Di mana 98 persen anak muda menginginkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) diajarkan di sekolah sejak dini. 

Baca Juga


Diasma mengatakan, gairah yang tinggi ini layak disambut Pemerintah dan DPR dengan merevisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).  "Awalnya saya kaget anak muda antusias belajar Pancasila. Bentuk kepedulian di tengah ancaman ekstrimisme dan radikalisme," ujar Diasma kepada wartawan, baru-baru ini. 

Ada kewajiban memuat pendidikan Pancasila dalam UU Sisdiknas No 2 Tahun 1989. Namun setelah  direvisi jadi UU No 20 tahun 2003, pendidikan Pancasila dihilangkan. "Sudah saatnya UU Sisdiknas direvisi karena sudah jadul (ketinggalan zaman)," tandas Diasma.

Sekadar informasi. Survei Indikator Politik Indonesia kepada populasi anak muda berumur 17-21 tahun.  Hasilnya, 49,4 persen anak muda menilai PMP dan PPKn sangat perlu diajarkan kembali di sekolah. Hanya 0,3 persen yang menyatakan kurang perlu.

Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi menjelaskan, ketika ditanya lebih jauh, 82,3 persen responden menyatakan mata pelajaran itu sebaiknya diajarkan sejak Sekolah Dasar (SD). "Bahkan 9,5 persen menilai kedua pelajaran itu harus diajarkan sejak usia dini (PAUD)," kata Burhanuddin beberapa waktu lalu. 

Anggota Komisi Pendidikan DPR Andreas Hugo Pareira menambahkan, dorongan untuk menghidupkan PMP/PPKn sudah datang dari berbagai elemen masyarakat. “Degradasi moral dalam bertoleransi dan mengganggu kebhinekaan akibat minimnya pemahaman kehidupan berbangsa,” keluh Andreas. 

Hanya saja untuk melakukan revisi UU Sisdiknas perlu political will dari Pemerintah. "Baru kemudian disusun dalam silabus dan program kurikulum. Ini tugas Kemendikbud menghidupkan kembali moral Pancasila di SD," kata Andreas.

Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menyampaikan, harapan anak muda itu sesuai dengan keinginan BPIP. Pihaknya menilai pemahaman generasi muda terhadap ideologi Pancasila kian melemah sejak era reformasi. 

"Harapan BPIP kepada Mendikbud untuk segera merevisi UU Sisdiknas agar PMP bisa segera diajarkan pada tahun ajaran berikutnya," ucap Benny. Ia menyadari ada trauma di masyarakat terkait pelajaran PMP di rezim Orde Baru. Namun ditegaskan, konsep baru PMP kelak tak politis dan bukan doktrinasi.

Benny merasa heran kenapa Pancasila belum disertakan dalam kurikulum pendidikan. Padahal UU Nomor 20 Tahun 2003 menyebut pendidikan nasional berdasarkan Pancasila.  "Ironisnya tidak terdapat mata pelajaran  Pancasila di kurikulum pendidikan dasar dan menengah,” tegas Benny.

Adapun Mendikbud Nadiem Makarim ikut menyambut baik hasil survei Indikator Politik Indonesia. Namun demikian, ia menilai pengajaran di sekolah tidak hanya sebatas menghafal butir-butir Pancasila. 

“Pendidikan pancasila di sekolah yang selama ini kita terima cenderung berjarak,” kata Nadiem, baru-baru ini. 

Hal itu bikin nilai dan gagasan mulia Pancasila tidak mampu diinternalisasi oleh generasi muda. Karena itu, Kemendikbud berupaya menjembatani jarak antara pendidikan Pancasila dan kehidupan sehari hari maupun masa depan usai menyelesaikan pendidikan. Salah satunya menerapkan konsep Profil Pelajar Pancasila di bawah Program Merdeka Belajar Kemendibud saat ini.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler