Pekik Takbir Menandai Penemuan Jenazah Terakhir di Waiburak
Desa Waiburak adalah salah satu desa di Flores Timur yang dilanda banjir bandang.
REPUBLIKA.CO.ID, FLORES TIMUR -- "Allahu Akbar, roikae..., roikae...," teriak seorang ibu sambil berdiri di atap rumah yang ambruk akibat banjir bandang di Desa Waiburak, KecamatanAdonara Timur, Kabupaten FloresTimur, Nusa Tenggara Timur, saat jenazah Kapitan Korebima (45) ditemukan pada Selasa sore. Warga dari berbagai sudut desa pun kemudian berlarian menuju rumah Kapitan yang berada tidak jauh dari bantaran Kali Mati.
Jenazah Kapitan ditemukan terimpit di antara reruntuhan tembok. Alat berat milik kontraktor diarahkan warga menuju ke lokasi itu untuk mengevakuasi jenazahnya.
Isak tangis dan lantunan doa sayup terdengar di antara suara mesin alat berat mengangkat puing-puing bangunan.Setelah dua jam, aparat berseragam TNI bersama warga berhasil mengevakuasi jenazah Kapitan Korebima, petugas keamanan Bank BRI yang dikenal warga sebagai teladan.
"Saya minta temukan dulu semua masyarakat yang meninggal di sini sebelum dilakukan pembersihan. Kita harus makamkan jenazahnya," kata Abah Gaus, tokoh masyarakat Waiburak.
Setelah dievakuasi, jenazahnya Kapitan Korebimaditandu menuju rumah duka di Dusun 3 untuk disemayamkan sebelum dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Bele yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi penemuan jenazah.
Kapitan Korebima dilaporkan sebagai korban banjir bandang kesepuluh yang meninggal dunia. Penemuan jenazahnya mengakhiri upaya pencarian korban banjir bandang yang meninggal dunia di Waiburak.
Abah menuturkan bahwa dua jenazah korban banjir bandang yang melanda desa pada Ahad (4/4) pukul 02.00 WIT ditemukan beberapa jam setelah banjir di sekitar muara Kali Mati. Pada Senin (5/4), TNI bersama warga mengevakuasi enam jenazah korban banjir dari beberapa lokasi.
Kebanyakan jenazah ditemukan berada di dalam rumah."Saat itu ada dua yang ditemukan hidup," kata Abah."Jam 10.00 WIT tadi kita menemukan satu jenazah perempuan. Dia sudah ibu-ibu. Jenazahnya tertutup lumpur. Rata-Rata mereka meninggal karena tidak tahu ada banjir. Mereka sedang tidur," kata Hamid Bonda Atapukan (40), warga Waiburak.
Desa Waiburak adalah salah satu desa di Kabupaten Flores Timur yang pada Ahad (4/4) dilanda banjir bandang. Selain meliputi desa yang sebagian warganya pendatang dari Pulau Jawa itu, banjir bandang menerjang Waiwerang Kota, desa yang berada sekitar satu kilometer dari Pelabuhan Waiwerang ke arah timur dalam.
Terjangan banjir bandang membuat desa yang diapit oleh Gunung Ile Boleng serta perbukitan itu tidak lagi terlihat seperti perkampungan. Hanya ada puing bangunan, beberapa rumah yang nyaris ambruk, serta bebatuan dan batang pohon yang berserak terbawa arus air di sana.
Bongkahan beton berukuran 4x6 meter yang berasal dari bangunan jembatan penghubung Waiwerang Kota dengan Waiburak di atas Kali Mati terbawa arus hingga sejauh delapan meter ke arah timur dan menimpa bangunan.Tidak jauh dari bongkahan bangunan jembatan itu, bangunan Kantor Desa Waiburak, Asrama TNI, masjid hancur diterjang banjir.
Endapan lumpur sedalam lima sampai 20 centimeter menutup jalan desa. Kayu bekas bangunan yang hancur dimanfaatkan warga sebagai pijakan untuk melintas dari satu rumah ke rumah lainnya.Sebagian jalan desa tertutup bongkahan batu dan batang pohon besar, yang terseret arus dari gunung di sisi barat Waiburak.
Dalam tiga hari terakhir aliran listrik terputus di desa itu, membuat suasana malam bertambah kelam dan sunyi. Hanya gemericik air dari aliran Kali Mati yang terdengar jelas pada malam hari.
Kebanyakan warga Desa Waiburak memilih untuk mengungsi ke rumah kerabat di Lamahala dan Waimerang Kota. Menurut Kepala Dusun 4 Lamahala Syamsul Ratuloly, ada 300 lebih warga Desa Waiburak yang mengungsi ke Desa Lamahala.
"Sebagian ditampung di rumah dan ada juga 30 kepala keluarga mengungsi di Madrasah Aliyah Negeri Lamahala," katanya.
Warga yang bertahan di Waiburak tidak banyak. Mereka hanya mengandalkan cahaya lilin sebagai penerang pada malam hari. Hongis Duran (60) mengatakan bahwa warga warga di Waiburak sangat membutuhkan pasokan listrik untuk mendapatkan air bersih.
"Kami sudah tiga hari ini pakai air dari sumur. Gantian sama tetangga yang lain. Karena bantuan air dan makanan belum semua dapat," katanya.
Jembatan darurat sepanjang 15 meter yang dibuat warga menggunakan bambu dan bongkahan batu pada Selasa sudah bisa digunakan untuk menggantikan fungsi jembatan yang terputus akibat banjir.Jembatan darurat yang dibuat di bersebelahan dengan bangunan jembatan yang terputus itu bisa dilalui oleh pejalan kaki dan sepeda motor.
Selain merenggut korban jiwa dan merusak perkampungan, banjir bandang yang melanda Waiburak mempengaruhi pasokan ikan untuk konsumsi rumah tangga di desa-desa sekitarnya. Warga Desa Waiburak kebanyakan nelayan yang kerap berburu ikan di Laut Solor, Flores Timur.
Mereka menjual ikan tangkapan di Pelelangan Ikan Pasar Waiwerang Kota dan desa-desa di pedalaman.Kondisi cuaca ekstrem dan bencana banjir bandang yang melanda perkampungan nelayan itu membuat pasokan ikan untuk konsumsi rumah tangga berkurang.
"Sudah tiga hari ini kami makan pakai mi instan dan nasi. Biasanya mudah dapat ikan di pasar," kata Bobby, seorang pedagang es di Waiburak.
Di samping melanda sebagian wilayah FloresTimur, bencana banjir, tanah longsor, dan angin kencang yang terjadi akibat Siklon Tropis Seroja pada 4 April 2021 juga melanda wilayah Nusa Tenggara Timur yang lain seperti Kota Kupang serta Kabupaten Malaka, Lembata, Ngada, Alor, Sumba Timur, Sabu Raijua, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, dan Ende.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, hingga Selasa pukul 15.00 WIB bencana alam yang melanda sebagian wilayah Nusa Tenggara Timur menyebabkan 86 orang meninggal dunia, 98 orang hilang, dan 146 orang terluka. Bencana itu juga menyebabkan kerusakan rumah dan bangunan fasilitas umum serta memaksa sebagian warga mengungsi.