Kisah Taubatnya Pendakwah Arab Saudi Syekh Said Al Qahthani

Syekh Said Al Qahthani pernah tersesat sebelum akhirnya bertaubat

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Syekh Said Al Qahthani pernah tersesat sebelum akhirnya bertaubat . Ilustrasi taubat
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pendakwah asal Arab Saudi, Syekh Said Musfir Al Qahthani menceritakan kisah spiritualnya menuju pertaubatan dan lebih dekat kepada Allah SWT. 

Baca Juga


Sejal kecil, Syekh Said bukanlah anak yang selalu taat beribadah. Sebagaimana muslim lainnya imannya tidak selalu luat, terkadang keimanannya lemah. 

Tidak jarang, ketika hadir dalam pemakaman atau khutbah di masjid kadar keimanannya meningkat. Sehingga dia rutin menjalankan sholat lima waktu.  

Namun rutinitas ibadahnya tidak berlangsung lama. Baik ibadah wajib dan sunnah dia hanya rutin menjalankan dua pekan.      

Syekh Said kemudian meninggalkan kewajibannya, bermalas-malasan ibadah. Dia akan kembali semangat beribadah, jika kembali menemukan motivas baik saat mendengarkan ceramah atau hadir dalam pemakaman lainnya karena mengingat kematian. 

Hingga beranjak dewasa sifatnya ini tidak juga berubah. Kadar keimanannya dan rutinitas ibadahnya tidak menentu. Dia tetap menjadi orang yang tidak menjaga sholatnya. Bahkan ketika menikah tetap sering meninggalkan sholat.  

Sampai satu ketika dia bertemu dengan seorang temannya Syekh Suleiman bin Muhammad bin Fayaa.  Saat itu tepat pada 1387 H Syekh Said mulai berhenti bekerja dan menjadi pelatih olah raga.  

Dia bertemu dengan Syekh Suleiman di Departemen Pendidikan, pertemuan singkat tersebut hanya saling bertegur sapa dan Syekh Said berpamitan karena sudah waktunya pulang dan beristirahat. Saat itu bertepatan dengan Ramadhan. 

Biasanya sepulang kerja, Syekh Said akan langsung tidur hingga sholat Maghrib. Sholat Ashar pun kerap dia tinggalkan, kecuali terbangun sebelum maghrib, itupun karena sedang berpuasa.       

Syekh Suleiman, kemudian mengajaknya untuk berbincang menunggu Maghrib, dia pun menyetujuinya. Sambil berbincang keduanya berjalan kaki menuju bendungan Lembah Abha. 

Saat itu belum menjadi bendungan hanya ada sungai dan pepohonan diselingi desiran angin.  Kemudian keduanya duduk sampai waktu sholat tiba. 

Mereka melanjutkan wudhu dan sholat kemudian kembali. Dalam perjalanna pulang, Syekh Said mendengar temannya sedang membacakan sebuah hadits, yang cukup terkenal.

Namun anehnya, saat temannya membacakan itu hatinya kemudian bergetar.  Hadits ini adalah hadits Al Bara 'bin Azib, yang diriwayatkan  Imam Ahmad di Musnad-nya dan Abu Dawud dalam Sunnahnya. 

“Kami pergi bersama Nabi Muhammad SAW, pada pemakaman seorang pria dari Anshar. Kami sampai di kuburan. Rasulullah, duduk di sekelilingnya seolah-olah di kepala kita burung itu memegang tongkat di tanah di tangannya, jadi dia mengangkat kepalanya dan berkata, “Cari perlindungan kepada Allah dari siksaan kubur,  dia mengatakannya dua atau tiga kali  lalu dia berkata: "Jika seorang beriman terputus dari dunia ini dan menuju akhirat, malaikat dari surga datang kepadanya dengan wajah putih.” 

Dia menyebutkan hadits dari awal sampai akhir. Dan dia menyelesaikan hadits ketika mereka memasuki lingkungan rumahnya, dan di sana mereka berpisah, masuk rumah masing-masing. 

Syekh Said kemudian bertanya dimana dia mendapatkan hadits tersebut.  Hadits terbut terdapat dalam kitab Riyadh as-Salihin. Lalu Syekh Said bertanya lagi, kitab apa yang dibaca Syekh Suleiman? Dia menjawab kitab Al Kabair karangan Imam Adz Dzahabi. 

Syekh Said berpamitan dan langsung pergi ke perpustakaan di Abha pada saat itu, yaitu Perpustakaan Al-Tawfiq. Dia kemudian membeli kitab Al Kabair dan Riyadh Ash Shalihin, dan kedua kitab ini adalah dua kitab pertama yang dia miliki.  

"Saya sekarang berada di persimpangan jalan, dan sekarang di depan saya ada dua jalan, jalan pertama adalah jalan iman yang menuju surga, dan jalan kedua adalah jalan dari ketidakpercayaan, kemunafikan dan dosa yang mengarah ke neraka, dan saya sekarang berdiri di antara mereka, jadi jalan mana yang harus saya pilih? Pikiran memerintahkan saya untuk mengikuti jalan pertama dan jiwa yang membimbing saya menuju kejahatan memerintahkan saya untuk mengikuti jalan kedua dan mengharapkan saya dan mengatakan kepada saya, anda masih di masa muda dan pintu pertobatan terbuka sampai Hari Kebangkitan, sehingga anda bisa bertobat nanti. Pikiran dan obsesi ini melintas di benak saya dalam perjalanan pulang," tutur dia bergumam dalam hati.

Syekh Said pulang dan berbuka puasa, dan setelah sholat Maghrib, dia sholat Isya dan sholat tarawih. Dia mengaku tidak pernah shalat tarawih hingga tiba di malam itu. 

Sebelumnya, dia hanya sholat dua rakaat lalu pergi, dan terkadang jika dia melihat ayahnya sholat empat rakaat dan kemudian pergi. Adapun malam itu dia sholat tarawih penuh lalu pergi bertemu Syekh Suleiman di rumahnya. 

Dia bertemu saat Syekh Suleiman meninggalkan masjid, jadi dia pulang bersamanya dan keduanya membaca Al Kabair, yaitu empat dosa, dosa besar pertama, menyekutukan Allah, kedua dosa besar sihir, dan dosa besar ketiga membunuh sesama manusia dan keempat karena mengabaikan sholat, dan keduanya selesai membaca sebelum waktu sahur.

Keduanya sepakat, pentingnya memberitahu masyarakat tentang meninggalkan sholat adalah dosa besar. Lalu mereka berdua sepakat mengabarkan informasi itu. Tetapi mereka sempat berbeda siapa yang akan menyampaikan. Kemudian, disepakati Syekh Saidlah yang berbicara.  

Masih di pekan yang sama, pada Jumat dia berdiri di Masjid Al-Khasha Al-A'la yang bersebelahan dengan pusat Dakwah di Abha. Setelah sholat Jumat dia membacakan kepada orang-orang yang hadir dalam khutbah. “Sejak saat itulah aku bertaubat dan belajar istiqamah,” kata dia. 

 

 

Sumber: islamweb

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler