Lebanon Minta Bantuan Uang dari Rusia
Lebanon butuh bantuan Rusia untuk bangun pelabuhan, hingga vaksin Covid.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perdana Menteri Lebanon, Saad al-Hariri, bermaksud untuk meminta bantuan ekonomi dari Rusia saat melakukan kunjungan akhir pekan ini. Dana tersebut akan digunakan untuk pemulihan pelabuhan Beirut yang hancur akibat ledakan kimia pada Agustus tahun lalu.
Kantor berita RIA mengutip perwakilan khusus Hariri, George Shaaban, mengatakan, perdana menteri akan mencari dukungan Moskow untuk membantu mengatasi kekurangan listrik. Beirut berencana akan membangun pembangkit listrik tambahan.
"Ada kebutuhan untuk membangun pembangkit listrik baru yang dapat memasok listrik 24 jam ke negara itu ... Kami akan melihat ke Rusia dan kemungkinan bantuannya ke Lebanon, baik di sektor ini dan lainnya," ujar Shaaban.
Hariri juga akan membahas kemungkinan Rusia memasok vaksin untuk melawan virus Corona. Lebanon melaporkan total infeksi 499,839 setelah terjadi penambahan terbaru sebanyak 1,985, sedangkan korban meninggal telah berjumlah 6,985 dengan tambahan 35 jiwa.
Lebanon menghadapi krisis ekonomi dan politik, kondisi itu diperparah dengan ledakan itu menewaskan 200 orang dan menyebabkan kerusakan senilai miliaran dolar. Pekan lalu, perusahaan Jerman termasuk Hamburg Port Consulting mempresentasikan rencana multi-miliar dolar untuk membangun kembali pelabuhan dan distrik tetangga. Sementara grup pengiriman peti kemas Prancis CMA CGM juga mengatakan sedang mengejar rencana untuk memulihkan pelabuhan.
Hingga saat ini belum ada proyek yang dapat dilaksanakan sampai para pemimpin Lebanon memecahkan kebuntuan politik yang telah mencegah pembentukan pemerintahan baru dan menghentikan reformasi ekonomi. Hariri yang merupakan perdana menteri tiga kali, mengundurkan diri pada 2019 setelah protes nasional terhadap elite politik yang dituding para demonstran telah mendorong negara ke dalam krisis.
Dia dinominasikan sebagai perdana menteri lagi pada Oktober tetapi tetap berselisih dengan Presiden Michel Aoun dan tidak dapat membentuk pemerintahan baru.