Gerakan Patungan Kapal Selam, Pengamat: Belinya Pakai APBN
Pembelian kapal selam tidak dimungkinkan ada sumber anggaran di luar APBN.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu ini banyak gerakan yang mengajak patungan untuk membeli kapal selam menggantikan KRI Nanggala 402 yang tenggelam, termasuk Ustaz Abdul Somad. Ajakan ini disebut sebagai solidaritas untuk membantu TNI AL yang memiliki tugas berat dalam menjaga perairan Indonesia.
Namun, apakah bisa dana patungan masyrakat digunakan untuk pengadaan kapal selam? Pakar Militer Andi Widjayanto menjelaskan, dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara tegas diatur bahwa seluruh kebutuhan pertahanan dibiayai sepenuhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk pengadaan kapal selam.
"Gerakan yang bagus sebagai wujud solidaritas masyarakat untuk TNI. Tapi (Pembelian kapal selam) tidak dimungkinkan ada sumber anggaran di luar APBN (off budget)." Jelas Andi Widjayanto kepada Republika.co.id, Selasa (27/4).
Dia menjelaskan, sudah ada rencana pengadaan dan alokasi anggaran Kapal Selam dalam Rencana Strategis Pembangunan Kekuatan Pertahanan 2024. Idealnya, Indonesia akan memiliki total 12-16 kapal selam untuk mengawal 4 skenario konflik di Selat Malaka, Laut Natuna, Laut Sulawesi, dan Laut Arafuru.
Saat ini, Indonesia sudah memiliki kerja sama pembangunan Kapal Selam dengan Korea Selatan. Total ada 6 yang direncanakan dibangun bersama, dan tiga sudah dioperasikan TNI AL (KRI 403, 404, 405) yang semuanya merupakan kolaborasi produksi antara PT PAL dan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). DSME merupakan sebuah perusahaan asal Korea.
Menurut Andi, harga kapal selam baru sekelas 402 harganya sekitar 400 juta dolar AS (Rp 5,6 triliun). Namun, meskipun terkumpul dana sebesar itu, dia menegaskan, bahwa dana masyarakat tidak dapat digunakan untuk membeli kapal selam. "Jika tidak masuk ke APBN, tidak bisa digunakan TNI." kata Andi.