Kaitlin Roberts: Menjadi Muslim tak Harus di Timur Tengah

Demi studi, Kaitlin mempelajari Alquran dan belajar bahasa Arab.

onislam.net
mualaf (ilustrasi)
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaitlin Roberts lahir dan dibesarkan di Johnson County, Amerika Serikat. Keluarganya termasuk kelas menengah sehingga memiliki akses pendidikan yang baik namun tidak dengan pendidikan agama. Ia hanya mengingat agama yang dianutnya dahulu dari kebiasaanya kakek dan neneknya yang kerap berganti gereja. 

Baca Juga


"Pikir saya waktu itu, semua orang yang percaya pada hal lain semuanya akan baik-baik saja,"kenang dia seperti dilansir shawneemissionpost, Selasa (27/4).

Kaitlin kecil cukup kritis dengan keyakinan yang dianutnya. Tak heran, Kaitlin dinilai menjadi pribadi yang menyebalkan lantaran terlalu banyak bertanya.

Memasuki usia dewasa, rasa ingin tahu soal perbedaan dalam keyakinan memancingnya untuk terus mencari tahu. "Saya ingin tahu, apa perbedaan dalam keyakinan ini, lalu mengapa banyak orang memilih mempercayai hal berbeda, itu awalnya,"kata Kaitlin.

Kaitlin mengaku tertarik mempelajari itu hanya karena alasan pengetahuan. Namun, tidak pernah terlintas dipikirannya untuk memeluk satu agama. Sewaktu kuliah di Universitas Katolik di Chicago, Kaitlin mempelajari studi agama.

"Lalu saya berpikir, agama apa yang saya tidak ketahui. Islam salah satunya, karena saya tidak mengenal satu pun Muslim,"kata dia.

Kaitlin pun mempelajari Alquran dan belajar bahasa Arab. Hal tersebut dilakukannya dengan harapan bisa bekerja di Dubai. Mulailah ia dikelilingi banyak Muslim. Hal yang belum pernah dilakukannya.

"Saya berpikir, sebenarnya apa yang kalian percayai. Saya tidak memiliki prasangka Muslim sebagai teroris, meski saya waktu itu duduk di kelas delapan sewaktu tragedi 11 September terjadi,"kenang dia.

Baginya, dengan prasangka baik terhadap Muslim membuatnya mudah mengenal komunitas Muslim. Kaitlin banyak bertanya soal Islam dan Muslim, termasuk soal mengapa setiap Muslim harus sholat lima kali sehari, mengapa setiap Muslim meletakan kaki di westafel, dan banyak pertanyaan lain.

"Saya hanya ingin tahu tidak ada niat melecehkan mereka,"kata dia.

 

 

Pada akhirnya, Kaitlin menjadi muslim pada 2008. Dua tahun kemudian, ia ingin menikah dengan harapan ingin menjalani peran sebagai ibu. Hingga satu waktu, Kaitlin bertemu suaminya.

Bagi Kaitlin suaminya termasuk Muslim yang taat. Hanya enam pekan coba mengenal satu dengan lainnya, keduanya memutuskan menikah. Sudah tujuh tahun Kaitlin dan suami membangun keluarga kecil dengan tiga anak. 

"Saya menyadari ketika Anda menjadi Muslim, Anda tetap mempertahankan identitas Anda. Anda tidak harus tinggal di Timur Tengah untuk menjadi Muslim. Anda bisa menjadi Muslim dimanapun Anda berada,"kata dia.  

 

Kini, Kaitlin bersama suami membuat podcast yang diberinama 3Point45. Podcast ini berkisah tentang 3,45 juta Muslim Amerika yang beragam. "Kami ingin podcast ini menjadi sarana bagi warga Amerika untuk mengenal Muslim secara langsung bukan hanya dari televisi saja,"kata dia

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler